
Bank Sampah Banjarnegara (BSB) menyulap plastik atau kresek bekas pakai menjadi bahan bakar minyak (BBM), yang kualitasnya hampir setara Pertamina Dexlite. Ketua Divisi Produksi Faspol 5.0 BSB, Endi Rudianto, mengatakan teknologi ini membuka peluang ekonomi baru.
“Sampah plastik yang menjadi bahan baku utama berasal dari kantong kresek yang secara ekonomi tidak ada nilainya. Kemudian dibakar sehingga menghasilkan cairan dan gas,” ungkap Endi dalam keterangannya, Jumat (30/5/2025).
“Cairan atau minyak bakar tersebut kemudian di treatment oleh katalis yang kami ciptakan, untuk kemudian dihasilkan petasol,” imbuh dia.
Endi menjelaskan, percobaan mengubah plastik menjadi BBM berawal dari keprihatinannya dengan tumpukan sampah di sekitar rumah. Ia bersama rekan-rekannya di BSB lantas mencari solusi untuk mengolah sampah menjadi minyak kompor sumbu.
Namun, pemerintah kala itu mulai gencar mempromosikan penggunaan kompor gas elpiji sehingga kompor sumbu mulai ditinggalkan warga. Alhasil, pendiri komunitas BSB, Budi Trisno Aji, menemukan katalis atau zat aditif yang mampu memurnikan olahan sampah plastik menjadi bahan bakar diesel berkualitas tinggi pada 2019 lalu.
Endi menyebutnya teknologi fast pyrolysis 5.0 atau Faspol 5.0. Sedangkan BBM yang dihasilkan diberi nama petasol.
Sejauh ini BSB memiliki mesin pengolah sampah dengan kapasitas 200 kilogram yang dapat menghasilkan 170-180 liter petasol.
“Kami tidak bisa memastikan 1 kilogram bahan baku dapat menghasilkan 1 liter petasol. Sebagai gambaran, sampah kering bersih dapat menghasilkan 95 persen. Namun, untuk rata-rata sampah kering dan basah menghasilkan 70-80 persen,” ucap Endi.
Menurut dia, petasol yang dihasilkan BSB dimanfaatkan untuk mesin pertanian maupun kendaraan bermotor warga. Selain Faspol 5.0, pihaknya turut menciptakan mesin pembakar sampah sederhana agar dimanfaatkan bank sampah di tempat lain.
Endi memaparkan, setidaknya ada 50 lokasi di Indonesia yang sudah memanfaatkan mesin pembakar sampah serta teknologi Faspol 5.0.
“Setiap kami mengirim mesin dan teknologi Faspol 5.0, kami lanjutkan dengan pelatihan bagi operatornya untuk memastikan mesin dapat menghasilkan produk sesuai SOP yang ditetapkan,” tutur dia.
Pihaknya pun bekerja sama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) guna menjaga kualitas produk.
“Kami bergabung (kolaborasi) dengan BRIN sejak 2022, terutama untuk uji lab petasol dan uji termodinamika kendaraan,” jelas Endi.
Keterlibatan BRIN dalam uji kendaraan yang menggunakan petasol, lanjut dja, dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat. Petasol telah melalui serangkaian uji laboratorium di BRIN dan Lemigas. Hasilnya menunjukkan bahan bakar ini memenuhi standar setara minyak solar B0.
Selain itu, petasol memiliki sertifikat hak cipta dan nama Faspol juga masuk daftar paten Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual.
“Harga produksi petasol per liter sekitar Rp 6.160, sedangkan harga jualnya kami rekomendasikan Rp 9.700, sehingga diperoleh keuntungan Rp 3.540 per liter. Keuntungan yang diperoleh dapat dibagi dua, yaitu untuk pengelola BSB dan masyarakat,” kata Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Sistem Produksi Berkelanjutan dan Penilaian Daur Hidup BRIN, Tri Martini.
Dari hasil analisis BRIN, investasi kapasitas mesin 50-100 liter diperkirakan akan kembali dalam waktu 1,5 tahun.
“Selain itu, benefit cost ratio sudah di atas satu dengan revenue cost ratio di atas dua, yang artinya aktivitas ini menguntungkan dan layak untuk dikembangkan,” ungkap Tri.
Dia menegaskan, teknologi mengubah plastik menjadi BBM perlu direplikasi di pedesaan untuk membantu para petani dan nelayan menyediakan BBM peralatan yang mereka gunakan sehari-hari. Dengan begitu, bisa menciptakan kemandirian energi di desa.