KUBET – Perubahan Iklim Pengaruhi Kesehatan Ibu Hamil

Ilustrasi ibu hamil.

Lihat Foto

Suhu ekstrem akibat perubahan iklim telah dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan, termasuk heatstroke, dehidrasi, dan masalah pernapasan.

Namun ada kelompok orang yang memiliki risiko lebih besar terkena dampak dampak dari suhu ekstrem tersebut, yakni ibu hamil.

Analisis dari Climate Central yang dipublikasikan pada tanggal 14 Mei menemukan bahwa panas ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim menimbulkan risiko berbahaya bagi kesehatan ibu hamil dan bayi yang dilahirkan.

Antara tahun 2020 hingga 2024, rata-rata jumlah hari lebih panas yang berisiko bagi kehamilan meningkat dua kali lipat di 222 negara.

Hari lebih panas yang berisiko bagi kehamilan ini mengacu pada hari-hari dengan suhu maksimum yang lebih tinggi dari 95 persen suhu yang pernah tercatat di lokasi tertentu dan suhu ekstrem ini dianggap meningkatkan risiko komplikasi kehamilan.

Peningkatan terbesar itu terjadi terutama di daerah berkembang dengan akses terbatas ke perawatan kesehatan, termasuk Karibia, sebagian Amerika Tengah dan Selatan, dan Afrika sub-Sahara.

Ibu hamil dan janinnya lebih rentan terhadap perubahan terkait iklim, terutama karena panas dan suhu ekstrem,” kata Shruthi Mahalingaiah, profesor madya bidang lingkungan, reproduksi, dan kesehatan perempuan di Harvard T.H. Chan School of Public Health, dikutip dari Time, Selasa (20/5/2025).

Dalam hal suhu ekstrem, seseorang yang sedang hamil mungkin tidak dapat mengatur suhu dengan cara yang sama seperti seseorang yang tidak hamil.

“Ini karena tubuh ibu hamil sudah mengalami perubahan besar untuk mengakomodasi janin, dan lebih sulit untuk mengatur dan terutama mendinginkan lingkungan janin ke kisaran yang sehat,” katanya.

Suhu ekstrem ini membuat ibu hamil berisiko lebih besar mengalami kondisi berisiko tinggi seperti preeklamsia dan diabetes gestasional.

Ini juga menurut Anna Bonell, asisten profesor di London School of Hygiene & Tropical Medicine dapat memengaruhi perkembangan janin.

Janin tidak memiliki kapasitasnya sendiri untuk mengatur suhunya, dan kita tahu bahwa sebagian besar perkembangan organ janin sensitif terhadap suhu.

Beberapa penelitian telah mengaitkan paparan suhu panas ekstrem dengan peningkatan risiko cacat lahir termasuk cacat tabung saraf seperti spinal bifida.

“Janin juga bisa memiliki risiko kelahiran prematur, ukuran badan lebih kecil serta kelainan bawaan ketika terpapar suhu panas ekstrem,” ungkap Bonell.

Penelitian tahun 2024 yang diterbitkan oleh jurnal JAMA Network Open menemukan bahwa tingkat kelahiran prematur dan kelahiran dini meningkat ketika suhu lokal sangat panas selama lebih dari empat hari berturut-turut.

KUBET – Menteri LH: Mangrove dan Gambut Jadi Kunci Pangkas Emisi

Sebanyak 50 relawan Kompas.com yang tergabung dalam program “Wali Asuh Mangrove” menanam 5.000 mangrove di pesisir Desa Mayangan, Legonkulon, Kabupaten Subang, Jawa Barat, pada Kamis (10/10/2024).

Lihat Foto

Hanif Faisol Nurofiq, mengungkapkan ekosistem mangrove dan gambut di Kalimantan Barat menjadi salah satu kunci untuk memangkas emisi karbon.

Langkah ini sejalan dengan upaya mitigasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang menjadi tantangan di daerah tersebut. Hanif turut mencatat, pengelolaan kawasan gambut di 800 desa se-Indonesia masih membutuhkan perhatian khusus.

“Kawasan gambut di Kalimantan Barat mencakup sekitar 2,4 juta hektar, memegang peranan besar dalam menyerap karbon dioksida,” ujar Hanif dalam keterangannya, Selasa (20/5/2025).

“Oleh karena itu, pengelolaan gambut dan mangrove yang berkelanjutan sangat vital untuk mendukung pencapaian target pengurangan emisi karbon Indonesia,” imbuh dia.

Menurut Hanif, desa juga harus didorong untuk segera mendapatkan sertifikat penyerapan emisi karbon guna meningkatkan nilai ekonomi bagi masyarakat setempat.

Dia lantas menekankan pentingnya kerja sama antara pemerintah dengan masyarakat, sektor swasta, serta akademisi untuk menjaga kelestarian mangrove dan gambut.

“Sektor swasta, terutama sektor perkebunan kelapa sawit khususnya yang beroperasi di daerah gambut diharapkan turut serta dalam mendukung program ini. Salah satunya melalui sertifikasi penyerapan karbon yang bernilai ekonomi,” tutur Hanif.

Dia lantas meminta masyarakat berperan aktif dalam pemulihan maupun perawatan ekosistem gambut dan mangrove, melalui program Desa Mandiri Peduli Gambut.

“Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menjaga kelestarian alam, sekaligus mengurangi dampak kebakaran hutan dan lahan,” jelas dia.

Rehabilitasi Mangrove

Diberitakan sebelumnya, Direktur Rehabilitasi Mangrove Kementerian Kehutanan, Ristianto Pribadi, menyebutkan bahwa 84.000 hektare mangrove telah direhabilitasi selama lima tahun terakhir.

Sementara, pemerintah menargetkan rehabilitasi mangrove mencapai 600.000 hektare hingga 2024. Ristianto mengakui, sektor kehutanan belum menjadi program prioritas pemerintah.

“Bahkan tahun ini kami dapat APBN-nya karena penghematan segala macam tinggal 100 hektare (yang direhabilitasi),” kata Ristianto dalam acara Mobilizing the Mangrove Breaktrough in Indonesia di Jakarta Pusat, Rabu (16/4/2025).

Dia berpandangan, pendanaan dari pihak lain termasuk melalui corporate social responsibility (CSR) dibutuhkan untuk menghidupkan kembali ekosistem mangrove. Kerja sama itu pun harus terlembaga dan teroganisir dengan baik.

“Skema investment saya, daripada punya duit Rp 6 miliar untuk nanem 300 hektare, pendekatannya adalah bagaimana Rp 6 miliar ini untuk sustainable mangrove management,” papar Ristianto.

Sejauh ini Kemenhut menargetkan rehabilitasi ekosistem mangrove dengan skema 3 M yakni mempertahankan 2,6 juta hektare lahan di dalam kawasan hutan.

Kemudian, meningkatkan 120.000 hektare mangrove sedang maupun mangrove jarang, serta memulihkan lebih dari 300.000 mangrove yang hilang.

KUBET – BRIN: Perubahan Iklim Picu Peningkatan Sebaran Penyakit Menular

Penelit temukan cara mengatasi populasi nyamup penyebab malaria.

Lihat Foto

perubahan iklim memicu peningkatan berbagai penyakit menular.

Kenaikan suhu udara, melonjaknya intensitas cuaca ekstrem, hingga penurunan kualitas air menjadi faktor meningkatnya kasus tuberkulosis (TB).

Peneliti Pusat Riset Sains Data dan Informasi (PRSDI) BRIN, Dianadewi Riswantini, menjelaskan perubahan iklim berkontribusi terhadap penyebaran TB di Jawa Barat.

“Studi Climate Epidemiology yang kami lakukan bertujuan untuk memahami, merencanakan, dan mencegah berbagai dampak perubahan iklim,” ujar Dianadewi dalam keterangannya, Senin (19/5/2025).

“Selain itu, hasilnya diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah dalam mengantisipasi risiko kesehatan dan menyusun strategi adaptasi untuk melindungi kesejahteraan masyarakat,” jelas dia.

Menurut Diana, berubahnya ekologi vektor akibat krisis iklim dapat menyebabkan peningkatan penyakit dari nyamuk antara lain malaria, demam berdarah dengue, dan chikungunya. Selain itu, perubahan cuaca ekstrem berpotensi menimbulkan gangguan pernapasan seperti asma ataupun alergi.

“Dampak lain dari perubahan iklim juga menyebabkan penyakit, seperti tifus, kolera, diare, serta gangguan gizi,” tutur Diana.

Paparan panas ekstrem juga meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan stroke yang berpotensi mengakibatkan kematian. Di samping itu, kondisi lingkungan yang tidak stabil turut memengaruhi kesehatan mental masyarakat.

Dalam riset Potential Risk of New Tuberculosis Cases in West Java, tim peneliti melakukan analisis risiko spasial dan temporal terhadap sebaran kasus TB baru di wilayah tersebut. Penelitian menggunakan data dari 2019-2022 milik BPJS, BPS Jawa Barat, Open Data, serta data iklim dari Copernicus Climate.

Hasilnya menunjukkan, Kabupaten Karawang, Majalengka, serta Kuningan memiliki interaksi spasio-temporal yang kuat terhadap penyebaran TB. Artinya, kasus baru meningkat secara signifikan dalam dimensi ruang dan waktu.

Sementara, wilayah Bogor, Sukabumi, Karawang, dan Bandung secara konsisten menunjukkan tingkat risiko relatif tinggi, dengan nilai risiko berkisar antara 1-15.

Diana menyebut, tim melanjutkan penelitian dengan memetakan faktor yang berpengaruh terhadap kasus TB.

Melalui metode analisis statistik peneliti mengidentifikasi variabel signifikan berupa curah hujan harian, kelembapan udara, kepadatan penduduk, proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap air bersih dan sanitasi layak, tingkat kemiskinan, serta partisipasi masyarakat dalam angkatan kerja.

“Dengan pendekatan ini, kami berharap dapat memberikan masukan berbasis data kepada pemerintah daerah, khususnya dalam menetapkan prioritas wilayah intervensi kesehatan dan strategi adaptasi terhadap dampak perubahan iklim,” tambah Diana.

Dia menuturkan, selain tuberkulosis pendekatan serupa relevan untuk mengkaji penyebaran penyakit yang dipengaruhi oleh perubahan iklim seperti demam berdarah, malaria, hingga gangguan pernapasan.

KUBET – Ramai Grup “Fantasi Sedarah”, BKKBN Gencarkan Edukasi ke Sekolah dan Masyarakat

Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN, Wihaji, Senin (19/5/2025).

Lihat Foto

BKKBN, Wihaji, menyatakan bahwa pihaknya akan menggencarkan edukasi kepada masyarakat terkait pencegahan perilaku menyimpang. Edukasi juga nantinya disebarkan ke sekolah-sekolah.

Hal ini disampaikan Wihaji, merespons adanya grup Facebook bernama “Fantasi Sedarah” yang mengandung unsur eksploitasi seksual serta menormalisasi tindakan hubungan sedarah atau inses.

“Saya minta kepada kedeputian yang terkait untuk turun dalam konteks pencegahan. Tugasnya kementerian mencegah sehingga ini tidak terjadi,” ungkap Wihaji dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Timur, Senin (19/5/2025).

“Dan menurut saya, ini bagian yang mesti kami kerjakan, bagian dari tugas kami,” imbuh dia.

Wihaji berpandangan, ponsel saat ini mengambil sebagian besar waktu keluarga Indonesia. Dia lantas meminta jajarannya untuk mengedukasi setiap keluarga mencegah perliaku seks yang menyimpang, teruma yang dipicu konten media sosial. 

“Handphone itu bagian dari keluarga kita hari ini mesti diperhatikan bagaimana sebagai keluarga baru mempengaruhi banyak hal. Dan itu menjadi sesuatu yang mesti kami edukasi terus secara terus-menerus kepada masyarakat Indonesia,” tutur Wihaji.

Diberitakan sebelumnya, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyatakan, telah melaporkan dan berkoordinasi dengan kepolisian untuk menindaklanjuti grup tersebut.

Sekretaris Kemen PPPA, Titi Eko Rahayu, menyebut pihaknya telah berkoordinasi dengan Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak serta Tindak Pidana Perdagangan Orang (PPA-PPO) Bareskrim Polri.

“Kami sangat berharap laporan kami dapat ditindaklanjuti oleh Direktorat Tindak Pidana Siber agar dapat segera diselidiki pembuat, pengelola, dan anggota aktif grup tersebut,” jelas Titi.

Keberadaan dan diskusi antar anggota grup Facebook itu dapat dikategorikan sebagai tindakan kriminal, terutama yang melibatkan incest atau dugaan eksploitasi seksual.

Pelaku bisa dijerat dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Kemen PPPA juga mendesak pihak Facebook sebagai penyedia platform untuk segera menutup grup tersebut dan melakukan upaya pencegahan terhadap konten serupa di masa depan

KUBET – Kebutuhan Listrik Naik, Emisi Turun: Energi Bersih Ubah Wajah Tiongkok

Ilustrasi bendera China, China, ekonomi China.

Lihat Foto

emisi karbon di Tiongkok mengalami penurunan meskipun permintaan listrik terus meningkat.

Fenomena itu dipicu oleh lonjakan produksi energi terbarukan, menandai tonggak penting dalam transisi energi negara dengan emisi gas rumah kaca terbesar di dunia tersebut

Analis utama sekaligus salah satu pendiri Pusat Penelitian Energi dan Udara Bersih (CREA) di Finlandia, Lauri Myllivirta, menyebut pencapaian ini sebagai titik balik penting.

Menurut data dari Carbon Brief, pertumbuhan pembangkit listrik bersih di Tiongkok kini melampaui rata-rata pertumbuhan permintaan listrik, memungkinkan pengurangan penggunaan bahan bakar fosil.

“Penurunan ini adalah yang pertama kalinya terjadi, dan didorong utama oleh pertumbuhan pembangkit listrik bersih,” ujar Lauri, dikutip dari EcoWatch pada Senin (19/5/2025).

Pada kuartal pertama 2025, permintaan listrik di Tiongkok naik 2,5 persen. Namun, pembangkitan dari sumber termal—mayoritas batu bara dan gas—turun 4,7 persen. Sementara itu, kapasitas baru dari tenaga surya, angin, dan nuklir berhasil menurunkan emisi karbon hingga 1,6 persen.

“Pasokan listrik dari tenaga angin, surya, dan nuklir yang baru cukup untuk mengurangi produksi listrik dari batu bara, bahkan ketika permintaan meningkat. Ini berbeda dengan penurunan sebelumnya yang disebabkan oleh lemahnya pertumbuhan,” jelas Lauri.

Tiongkok telah membangun kapasitas tenaga surya dan angin hampir dua kali lipat dari total gabungan negara-negara lain. Emisi sektor kelistrikan turun sebesar 5,8 persen, menyeimbangkan lonjakan emisi dari sektor kimia dan logam berbasis batu bara.

Namun, Lauri mengingatkan bahwa penurunan emisi tersebut hanya satu persen di bawah puncak terakhir, sehingga lonjakan permintaan jangka pendek bisa mendorong emisi kembali naik. Negara ini juga masih tertinggal dari target pengurangan intensitas karbon sebesar 65 persen pada akhir dekade ini, dibanding tingkat tahun 2005.

“Perjalanan emisi CO? Tiongkok ke depan masih belum pasti. Ini sangat bergantung pada tren di masing-masing sektor ekonomi serta respons negara terhadap kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat, Donald Trump,” tambah Lauri.

Meski begitu, Tiongkok tetap memimpin dunia dalam pengembangan energi terbarukan. Di sisi lain, Trump justru mendorong peningkatan ekstraksi bahan bakar fosil.

Batu bara tetap dominan dalam bauran energi Tiongkok. Menurut laporan Global Energy Monitor dan CREA, pada 2024 saja, negara ini memulai proyek pembangkit listrik batu bara dengan kapasitas 94,5 gigawatt, atau 93 persen dari proyek global. Sebagian besar diperkirakan hanya akan digunakan sebagai cadangan.

Pada April 2025, kapasitas tenaga surya dan angin Tiongkok untuk pertama kalinya melampaui kapasitas termal.

Lauri menyebutkan bahwa puncak emisi kemungkinan juga terjadi di sektor konsumsi minyak, baja, dan bahan bangunan—yang bersama-sama menyumbang lebih dari 80 persen emisi CO2 dari bahan bakar fosil.

“Semua ini menunjukkan adanya potensi bagi emisi Tiongkok untuk terus menurun dan mencapai pengurangan emisi absolut yang signifikan dalam lima tahun ke depan. Namun, kebijakan yang bergerak ke arah sebaliknya juga bisa dengan mudah mendorong emisi meningkat lagi menjelang tahun 2030,” simpul Lauri.

KUBET – Aksi Coldplay, Sulap Sampah Plastik Sungai Jadi Piringan Hitam Vinil

Ilustrasi piringan hitam

Lihat Foto

Piringan hitam vinil sedang mengalami peningkatan popularitas setelah sempat meredup.

Misalnya di Inggris, penjualan formal vinil mencapai hampir enam juta unit pada 2024.

Meskipun demikian, pembuatan vinil dari awal hingga akhir masa pakainya menimbulkan masalah bagi lingkungan.

Piringan hitam modern terbuat dari PVC (polivinil klorida) yang berbasis minyak bumi.

Dan meskipun jejak karbon per kepingnya relatif rendah, volume produksinya yang besar dapat menyebabkan emisi berbahaya dan peningkatan limbah plastik serta memiliki periode dekomposisi hingga 1000 tahun.

Untuk meminimalisir dampak lingkungan tersebut beberapa artis pun mengeksplorasi alternatif vinil ramah lingkungan.

Salah satunya adalah Coldplay. Grup band ini bekerja sama dengan The Ocean Cleanup untuk memproduksi piringan hitam vinil Moon Music, album ke-10 Coldplay.

Melansir Sustainability Magazine, Jumat (16/5/2025) piringan hitam diproduksi menggunakan 70 persen plastik sungai yang dikumpulkan dari Sungai Las Vacas di Guatemala dan 30 persen botol plastik daur ulang.

Plastik sungai dikumpulkan oleh Interceptor 006, sebuah perangkat yang digunakan pada tahun 2023 untuk mencegah sampah memasuki Teluk Honduras.

Setiap edisi standar Moon Music akan dicetak pada cakram yang terbuat dari sembilan botol plastik daur ulang yang diambil dari limbah konsumen.

Coldplay juga merilis album tersebut dalam format EcoCD, format yang terdiri dari 90 persen plastik daur ulang, yang mengurangi emisi hingga 78 persen dibandingkan dengan produksi CD tradisional.

Coldplay memperkirakan upaya ini akan mencegah terciptanya lebih dari 25 ton plastik baru dan mengurangi emisi karbon hingga 85 persen.

“Memastikan plastik tidak akan pernah masuk kembali ke lingkungan laut sangat penting bagi misi kami dan saya sangat antusias untuk melihat bagaimana kami akan terus berinovasi dengan Coldplay dan mitra kami lainnya untuk membersihkan lautan dari plastik bersama-sama.” kata Boyan Slat, Pendiri dan CEO The Ocean Cleanup.

Aksi ini menandai babak baru dalam upaya Coldplay untuk menyoroti aksi lingkungan melalui inovasi dan musik.

Selain produksi piringan hitam, Coldplay sebelumnya juga telah menginisiasi tur ramah lingkungan sejak 2021 ketika tur Music Of The Spheres.

Tur yang menargetkan memangkas emisi karbon hingga 50 persen itu diselenggarakan dengan menggunakan lampu bertenaga surya, bahan bakar penerbangan berkelanjutan, dan lantai kinetik.

Hasilnya, band tersebut melampaui target tersebut dengan pengurangan 59 persen dibandingkan dengan tur mereka sebelumnya.

KUBET – Afrika Terancam Krisis Gizi karena Rencana Pemotongan Anggaran Inggris

ilustrasi keluarga di Afrika yang memiliki banyak anak.

Lihat Foto

Berat badan Ereng tampak tidak sehat dan ia sering menangis karena kelaparan. Namun, keluarga mereka—terdiri dari ayah Daniel (40) dan putra pertama Mzee (8)—tidak mampu menyediakan makanan yang dibutuhkan oleh Ereng.

Kehidupan mereka menjadi sangat sulit setelah kekeringan parah melanda wilayah Kenya Utara, tempat mereka tinggal. Kekeringan itu membunuh 40 kambing yang selama ini mereka pelihara untuk dikonsumsi dan dijual.

Kini, mereka kehilangan penghasilan tetap dan sumber pangan yang dapat diandalkan. Satu-satunya cara mereka bertahan adalah dengan menjual arang kayu.

Lomanat menceritakan bahwa kondisi Ereng sangat memprihatinkan akibat kekurangan gizi. Untuk mengatasinya, ia harus berjalan sejauh dua mil menuju sebuah klinik yang memberikan bantuan makanan tambahan berupa pasta kacang bergizi rasa coklat.

Berkat bantuan dari klinik tersebut, berat badan Ereng perlahan naik, dan Lomanat mulai melihat anaknya tumbuh sebagai bayi yang tampak lebih baik.

Klinik yang membantu Ereng didanai oleh organisasi amal Save The Children. Namun saat ini, lembaga itu menghadapi pemangkasan anggaran besar-besaran yang dapat membahayakan program gizi yang sedang mereka jalankan.

Organisasi-organisasi amal yang selama ini menyediakan pengobatan bagi anak-anak kekurangan gizi—seperti pasta kacang atau bubur jagung kedelai—terancam kehilangan hingga 90 persen dari pendanaannya.

Skenario terbaik menunjukkan bahwa bantuan gizi akan menurun drastis. Dari mampu mendukung 10,8 juta orang pada tahun 2019 menjadi hanya 1,1 juta orang pada tahun 2027.

Perdana Menteri Inggris, Sir Keir Starmer, pada Februari lalu mengatakan bahwa Inggris akan memangkas anggaran bantuan luar negeri dari 0,5 persen menjadi 0,3 persen dari Pendapatan Nasional Bruto (PNB) mulai tahun 2027, guna mendanai peningkatan belanja pertahanan.

Dengan PNB terbaru, pemotongan ini akan mengurangi anggaran bantuan dari 15,4 miliar Pound menjadi hanya 9,2 miliar pound pada tahun anggaran 2027/2028.

Peneliti Richard Watts menyebutkan bahwa Save The Children dapat memperkirakan tekanan besar terhadap program bantuan tertentu, karena Inggris telah membuat banyak komitmen bantuan luar negeri hingga 2027/2028.

Memang, menurut Watts, komitmen yang sudah ada untuk tahun 2027/2028 telah melampaui batas anggaran. Namun, pemerintah Inggris telah berjanji untuk tetap mendanai lima prioritas bantuan, Ukraina, Sudan, Gaza, krisis iklim, dan organisasi multilateral.

Adanya pemotongan pada program ini, juga berarti akan ada pemotongan besar pada program-program lain, termasuk dukungan bagi masyarakat termiskin di dunia yang akan semakin menyulitkan.

Kondisi ini semakin memburuk setelah laporan dari The Independent menyebutkan bahwa jutaan orang di Somalia mungkin akan mengalami kelaparan akut dan krisis pangan akibat pemotongan bantuan internasional ekstrem oleh Donald Trump.

KUBET – Apakah Kredit Karbon Hutan Berfungsi dan Membantu Lingkungan?

Ilustrasi hutan (Pexels/mali maeder)

Lihat Foto

gas rumah kaca. Sebagian besar maskapai penerbangan pun tahu itu bukan hal baik sehingga mereka mencoba mengimbangi emisi karbon dari penerbangan.

Salah satu hal yang dilakukan adalah menawarkan penumpang kesempatan berinvestasi dalam pelestarian hutan untuk menyerap emisi lingkungan dari perjalanan mereka.

Namun pertanyaannya, apakah langkah itu benar-benar membantu planet atau hanya cara bagi perusahaan untuk terlihat lebih baik?

Sebuah studi baru yang dipimpin peneliti dari Universitas Boston di Massachusetts, Amerika Serikat, serta lembaga non profit Clean Air Task Force menemukan bahwa upaya yang dikenal sebagai skema kredit karbon hutan itu tidak banyak membantu lingkungan.

Hasil tersebut didapat setelah mereka memeriksa program-program yang mengatur standar yang biasanya disertifikasi oleh pemerintah atau regulator independen.

“Banyak yang berminat pada kredit ini agar perusahaan dapat memenuhi tujuan keberlanjutan mereka, tetapi beberapa kredit yang telah dijual terbukti meragukan,” kata Lucy Hutyra, profesor di Universitas Boston, dikutip dari Phys, Senin (19/5/2025).

Misalnya, The Guardian pernah melaporkan lebih dari 90 persen kompensasi karbon hutan hujan oleh lembaga sertifikasi tidak ada nilainya. Padahal jika dilakukan dengan benar kompensasi tersebut memiliki potensi sangat besar.

Nah, dalam penelitian mereka, Hutyra dan rekan-rekannya meneliti pasar kredit hutan sukarela di Amerika Utara, dengan fokus pada standar atau protokol yang mengatur cara menjalankan dan menyertifikasi pasar tersebut.

Contohnya, sebagian besar skema mengharuskan karbon disimpan selama periode tertentu dan memiliki protokol risiko untuk mengurangi potensi ancaman terhadap hal tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa protokol yang digunakan untuk menghasilkan kredit merupakan mata rantai lemah dalam sistem pasar karbon hutan.

“Tanpa perbaikan yang signifikan, integritas pasar karbon hutan akan tetap terancam,” ungkap Hutyra.

Untuk itu, perlu kredit karbon berkualitas yang lebih baik.

Menurut Hutyra pengelolaan risiko merupakan salah satu hal terbesar yang perlu ditingkatkan.

Ini dilakukan untuk berjaga-jaga jika hutan rusak karena bencana seperti kebakaran sehingga skema kredit karbon hutan perlu menyisihkan zona penyangga yang digunakan sebagai cadangan lahan jika lahan pelestarian utama rusak.

“Dalam sistem saat ini, risiko kumpulan penyangga sangat konservatif, estimasi risikonya sangat rendah,” kata Hutyra.

KUBET – Gabung BRICS, RI Komitmen Jalankan Transisi Energi Bersih

Ilustrasi transisi energi

Lihat Foto

ESDM), Yuliot, menyampaikan komitmen pemerintah untuk mencapai transisi energi bersih saat menghadiri pertemuan dengan anggota BRICS atau Brazil, Russia, India, China, South Africa.

Dia menuturkan, pemerintah memastikan transisi energi yang dilakukan harus bersih, adil, berkelanjutan, dan inklusif. 

Kepada negara anggota yang hadir, Yuliot juga menyatakan transisi energi tidak harus dilakukan dengan pendekatan one-size-fits-all atau satu ukuran untuk semua. Namun, harus merefleksikan kondisi nasional, prioritas pembangunan, serta teknologi.

“Indonesia menghadapi tantangan besar dalam memastikan akses terhadap energi di seluruh wilayah yang beragam dan terpencil,” ungkap Yuliot dalam keterangannya, Selasa (20/5/2025).

“Untuk mengatasi hal ini, kami memprioritaskan pengembangan energi terbarukan, terutama di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar,” imbuh dia.

Menurut Yuliot, Indonesia telah menerapkan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar dengan campuran bahan bakar nabati biodiesel berbasis minyak sawit sebesar 40 persen atau B40. Lainnya, mendorong implementasi memasak bersih berbasis bioenergi.

Indonesia pun memiliki cadangan mineral termasuk nikel dan timah yang terbesar di dunia, potensi bauksit serta tembaga yang cukup besar. Sumber daya ini mendukung peta jalan hilirisasi senilai 618 miliar dollar AS untuk memastikan nilai tambah hingga pembangunan berkelanjutan.

“Maka dari itu, Indonesia menekankan bahwa pemilik sumber daya alam adalah negara, dan negara berhak untuk mengatur dan mengelola rantai pasokan sumber daya. Termasuk mineral jarang, yang sejalan dengan prioritas nasional dan memastikan pembangunan yang berkelanjutan,” tutur Yuliot.

Kini, pemerintah menjajaki energi nuklir sebagai opsi baseload yang rendah karbon, dengan reaktor pertama direncanakan pada 2032 dan target kapasitas terpasang 36 gigawatt (GW) di 2060.

“Tak hanya itu, kami juga bangga menjadi salah satu negara yang terdepan di dunia dalam pengembangan energi panas bumi, dengan 19 Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), lebih dari 2,68 GW kapasitas terpasang, dan peta jalan yang jelas untuk mencapai 6,2 GW pada tahun 2030,” papar Yuliot.

KUBET – Investasi Energi Bersih ASEAN, Jepang dan Korsel Goyang Dominasi China

Foto ilustrasi ICDX Dorong Transisi Energi Lewat Perdagangan REC

Lihat Foto

Fakta itu terungkap dalam Laporan Zero Carbon Analytics (ZCA) bertajuk “The Race to Invest in Southeast Asia’s Green Economy” yang mengulas investasi energi bersih dari China, Jepang, Korea Selatan, dan Australia ke lima negara utama Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam.

“Meski China mendominasi investasi dan perdagangan teknologi bersih, Korea Selatan unggul dalam ekspor komponen baterai, dan Jepang memimpin investasi tenaga surya. Kawasan Asia Tenggara menawarkan peluang besar untuk memperluas investasi energi bersih,” kata Yu Sun Chin, Peneliti ZCA.

Jepang menjadi penggerak utama pendanaan transisi energi di Asia Tenggara melalui skema seperti Just Energy Transition Partnership (JETP) dan Energy Transition Mechanism (ETM).

Jepang memberikan pendanaan JETP senilai 20 miliar dollar AS kepada Indonesia dan mendukung inisiatif serupa di Vietnam. Pada 2021, Jepang juga mengalokasikan 25 juta dollar AS melalui ETM untuk mempercepat pensiun dini PLTU di Indonesia, Filipina, dan Vietnam.

Jepang juga tercatat sebagai investor terbesar di sektor surya dan panas bumi di lima negara utama kawasan, dengan nilai investasi mencapai 1,3 miliar dollar AS pada 2013 dan 142 juta dollar AS pada 2023. Di Filipina, Jepang menjadi pemasok utama kendaraan listrik dan bus listrik.

Korea Selatan memimpin ekspor komponen baterai ke Malaysia (143,37 juta dollar AS) dan Indonesia (52,99 juta dollar AS), serta menjadi eksportir terbesar kedua baterai kendaraan listrik ke Indonesia setelah China. Peran ini memperkuat posisinya dalam rantai pasok kendaraan listrik Asia Tenggara.

Posisi strategis dan pertumbuhan ekonomi yang pesat menjadikan Asia Tenggara magnet bagi investor. 

Asia Tenggara dapat menangkap peluang ini dengan memperluas permintaan dan pasar hijau kawasan, sehingga bisa mengamankan pasokan energi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi mereka yang cukup cepat. 

“Energi terbarukan dengan cepat menjadi sumber listrik termurah di sebagian besar Asia Tenggara, menawarkan peluang bagi ASEAN. Perluasan energi bersih akan mengamankan sumber energi dengan harga terjangkau untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang cepat di kawasan ini. Investor yang terlibat dapat menangkap pangsa pasar sektor energi bersih di kawasan, mencapai target netral karbon, dan membangun kerja sama regional di tengah gejolak geopolitik global,” jelas Amy Kong, Peneliti ZCA.

Laporan ini dirilis menjelang KTT ASEAN Ke-46 di Malaysia. Di tengah ketegangan global dan kebijakan proteksionis energi bersih AS, pertemuan ini diharapkan menghasilkan langkah konkret untuk memperkuat industri bersih kawasan.