KUBET – Dua Sisi Gasifikasi Batu Bara

Ilustrasi batu bara.

Lihat Foto

gasifikasi batu bara, yaitu mengubah batu bara (padat) menjadi produk gas yang dapat digunakan untuk bahan bakar serta bahan baku industri.

Ketua Satuan Tugas Hilirisasi dan Ketahanan Energi sekaligus Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menegaskan, gasifikasi batu bara merupakan bentuk hilirisasi sumber daya alam. BPI Danantara disebut sebagai salah satu investor.

Gasifikasi batu bara, hilirisasi serta Danantara adalah segitiga yang menopang ide ini. Dalam perspektif hilirisasi, yang diklaim menghasilkan manfaat ekonomi lebih besar daripada dijual dalam bentuk mentah (raw material), melaksanakan gasifikasi batu bara (coal gasification) tampak masuk akal.

Hilirisasi yang menjadi andalan di periode kedua pemerintahan Joko Widodo, saat ini akan diteruskan dan diperluas oleh penggantinya, Presiden Prabowo Subianto.

Buat sebagian kalangan yang setuju, hilirisasi nikel adalah kisah manis yang layak dilanjutkan. Data menunjukkan, sebelum hilirisasi, ekspor bijih nikel tahun 2013 cuma 5,4 miliar dollar AS.

Setelah hilirisasi, nilai ekspor turunan nikel pada 2022 melompat menjadi 35,6 miliar dollar AS atau 6,6 kali lebih tinggi.

Hasil menggiurkan dari sisi ekonomi tadi tidak menyertakan imbas kerusakan lingkungan serta emisi karbon dioksida (CO2) yang dimuntahkan oleh kegiatan hilirisasi. Sebab, negeri kita masih mengandalkan PLTU batu bara dalam mengolah dan memproduksi nikel.

Institute for Energy Economics and Financial Analysis (2024) melaporkan empat perusahaan nikel yang beroperasi di negeri kita menyumbang emisi karbon sebesar 15 juta ton pada 2023.

Bila empat perusahaan nikel yang diteliti itu melaksanakan ekspansi, emisi karbon yang dimuntahkan ke atmosfer ditaksir akan melenting menjadi 38,5 juta ton pada 2028 mendatang.

Jadi, hilirisasi tidak selalu manis. Ada pula dampak pahitnya. Demikian juga dengan gasifikasi batu bara, program yang diniatkan dapat mengurangi ketergantungan kita terhadap impor Liquefied Petroleum Gas (LPG).

Indonesia masih mengimpor 6,9 juta ton LPG setahun yang menyebabkan devisa amblas hingga Rp 63,5 triliun.

Setidaknya ada dua klaim menyangkut gasifikasi batu bara: Lebih ramah lingkungan dan menguntungkan karena negeri kita kaya dengan batu bara.

Pada 2022 lalu, Low Carbon Development Indonesia (LCDI) menganalisis pemanfaatan DME dari batu bara.

Untuk menghasilkan DME tidak bisa main sulap. Setidaknya ada lima tahap yang harus ditempuh, yakni gasifikasi, pembuangan gas sulfur, pengkondisian sintesis gas, sintesis serta pemurnian DME.

Tahapan-tahapan ini ternyata juga menghasilkan gas kotor seperti CO2, CO hingga H2S. Artinya, batu bara tetap batu bara, meski menggunakan kategori kalori rendah, masih menyemburkan gas rumah kaca.

Gasifikasi batu bara seperti kaset lama yang diputar ulang. Hilirisasi ini telah dilempar sebagai wacana sejak 2016 silam.

Enam tahun kemudian, 24 Januari 2022, Joko Widodo meresmikan groundbreaking gasifikasi batu bara menjadi DME di Muara Enim, Sumatra Selatan. Air Products and Chemicals Inc (APCI) dari Amerika Serikat ikut investasi dalam proyek ini. 

Namun, kisah hilirisasi batu bara yang digalang Jokowi ini berujung muram karena APCI mundur sehingga PT Bukit Asam Tbk harus mencari investor baru.

KUBET – Kebutuhan Naik, Energi Terbarukan Rendah, Industri Menahan Diri

Ilustrasi turbin angin

Lihat Foto

energi bersih.

Hal tersebut terjadi karena permintaan listrik yang meningkat karena perkembangan teknologi AI, elektrifikasi, dan relokasi manufaktur tak diimbangi dengan tersedianya pasokan energi tersebut.

Temuan ini berdasarkan laporan Ernst & Young (EY) berjudul ‘Navigating the Energy Transition‘ yang meriset lebih dari 2.400 pengambil keputusan di perusahaan-perusahaan besar hingga menengah di delapan pasar global pada tahun ini.

Melansir Edie, Kamis (1/5/2025), temuan EY menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan global memperkirakan peningkatan signifikan dalam penggunaan listrik mereka tiga tahun ke depan, dengan lebih dari separuhnya memproyeksikan kenaikan yang sangat signifikan hingga dua digit.

EY memperkirakan bahwa kebutuhan listrik dunia akan meningkat secara signifikan pada tahun 2050, dan sebagian besar peningkatan ini akan disebabkan oleh konsumsi energi yang lebih tinggi dari sektor komersial dan industri.

Penelitian EY mengidentifikasi bahwa lonjakan permintaan listrik global disebabkan oleh kombinasi beberapa faktor, termasuk kebutuhan daya besar dari AI generatif, investasi perusahaan dalam kendaraan listrik dan infrastruktur data, penggunaan peralatan yang boros energi, serta kebijakan pemerintah dan tren relokasi manufaktur.

Ketersediaan listrik yang andal dan biaya energi yang stabil menjadi perhatian utama bagi sebagian besar perusahaan global.

Namun dua pertiga responden mengatakan mereka khawatir tentang akses listrik yang andal, kesulitan mendapatkan pasokan listrik yang cukup dan fluktuasi harga energi.

Pasalnya hal tersebut dapat menghambat pertumbuhan bisnis mereka dan mengurangi keuntungan serta daya saing mereka di pasar.

Selain itu, perusahaan-perusahaan sedang aktif berinvestasi dalam mengadopsi teknologi yang menggunakan listrik (elektrifikasi) dan proses bisnis yang berbasis digital (digitalisasi).  Banyak perusahaan merasa bahwa perusahaan penyedia energi (listrik) mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka yang terus meningkat dan berubah akibat investasi tersebut.

Beberapa masalah yang menyebabkan ketidakpuasan antara lain Infrastruktur dan teknologi yang digunakan oleh penyedia energi sudah tua dan tidak efisien, kontrak perjanjian pasokan energi yang tidak dapat disesuaikan dengan kebutuhan bisnis dan juga Kurangnya solusi energi yang dirancang khusus untuk memenuhi kebutuhan unik dari berbagai jenis industri.

Sebagai respons terhadap masalah-masalah tersebut, banyak perusahaan kini mulai mempertimbangkan solusi alternatif untuk memenuhi kebutuhan energi mereka.

Sekitar 20 persen telah berinvestasi dalam pembangkitan listrik di tempat dan penyimpanan baterai. Dua pertiga berencana untuk memperluas upaya ini dalam tiga tahun ke depan.

Tak heran survei kemudian menemukan bahwa meskipun sebagian besar perusahaan yang disurvei telah menetapkan target emisi dan sedang mencari sumber energi yang lebih bersih, tetapi laporan menunjukkan bahwa keberlanjutan bukan lagi satu-satunya atau bahkan prioritas utama.

Keberlanjutan berada di urutan ketiga di semua industri, namun lebih cenderung menjadi prioritas utama bagi perusahaan teknologi dan produsen.

Akan tetapi laporan tersebut menyoroti bahwa perusahaan-perusahaan semakin berpandangan bahwa pertumbuhan ekonomi dan pengurangan emisi karbon dapat dan harus dicapai secara bersamaan.

Mereka tidak ragu untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan, termasuk mengganti penyedia energi atau berinvestasi dalam infrastruktur energi sendiri, untuk memastikan kedua tujuan tersebut tercapai.

KUBET – Kemenhut “Takedown” 4.000 Akun Jual Beli Satwa Liar di Medsos

Direktur Penindakan Pidana Kehutanan Kemenhut, Rudianto Saragih Napitu, memberikan pernyataan kepada wartawan di kantornya, Selasa (6/5/2025).

Lihat Foto

Kemenhut) dan Indonesian E-Commerce Association (idEA), telah menurunkan atau takedown 4.000 akun yang memperjualbelikan satwa liar di media sosial.

Direktur Penindakan Pidana Kehutanan Kemenhut, Rudianto Saragih Napitu, mengatakan pemilik akun yang mempertontonkan satwa liar secara ilegal juga terancam dikenakan sanksi pidana sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024.

“Karena itu bisa menimbulkan keinginan, jual beli dan lain-lainnya. Kami kasih waktu untuk 1-2 tahun ini, mungkin pemahaman Undang-Undangnya belum optimal, tetapi ke depannya akan kami tindak,” ujar Rudianto dalam konferensi pers di kantornya, Selasa (6/5/2025).

Pihaknya turut bekerja sama untuk mendeteksi perdagangan gelap satwa liar. Kemenhut dan idEA menelusuri pemilik dari hewan yang diperjualbelikan.

“Terkait peredaran tumbuhan dan satwa liar, kami memprofiling semua pelaku kejahatan liar. Kami sampaikan, sampai hari ini sudah hampir 4.000 akun kami takedown,” jelas Rudianto.

Sementara itu, Sekretaris Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kemenhut, Lukita Awang Nistyantara, menyampaikan sejauh ini jual beli bagian tubuh hewan tengah menjadi tren. Para pembeli menjadikan potongan tubuh hewan seperti tengkorak, paruh, hingga taring sebagai pajangan.

Menurut Lukita, tengkorak monyet ekor panjang maupun orangutan mayoritas dikirimkan ke Amerika Serikat.

“Kalau berdasarkan data kami, hampir ke luar negeri itu 130 kali pengiriman. Jadi sudah berlangsung lama. Kedua, banyak trennya adalah sisik trenggiling. Ini sisik trengiling di tahun ini saja kami sudah melakukan empat operasi,” papar dia.

Operasi penggagalan penyelundupan itu berlangsung di Karimun, Riau, Kisaran dan Asahan, Sumatera Utara, serta Jakarta dengan berat 165 kilogram. Kini, Kemenhut tengah mencari keberadaan pemilik badan lelang yang menjual trenggiling.

“Saya kira untuk paruh bengkok dan burung-burungan yang ke Arah Filipina dan Malaysia lebih kepada satwa-satwa endemik Indonesia. Ada yang kemarin kami tangkap (penyelundup) si amang dan owa yang mau dikirim ke Malaysia,” kata Lukita.

Modus operandinya, lanjut dia, ialah menjual via online di media sosial. Sementara untuk satwa liar yang masih hidup dijual melalui jaringan yang sangat tertutup. Para pelaku membawa hewan-hewan tersebut dengan menggonta-gabti transportasi agar tak terendus petugas.

“Dari darat ke kapal. Kapal nanti akhirnya ke darat. Termasuk kalau burung-burungan itu ada yang kami deteksi juga dari Bandara Soekarno Hatta,” tutur Lukita.

KUBET – Kemenhut Tangani 10 Kasus Kejahatan Hutan, dari Perambahan hingga Perdagangan Satwa

Sekretaris Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kemenhut, Lukita Awang Nistyantara, di Kantor Kemenhut, Selasa (6/5/2025).

Lihat Foto

Kemenhut) menyelesaikan 10 kasus kejahatan hutan dari 90 laporan pada periode Januari-April 2025.

Sekretaris Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kemenhut, Lukita Awang Nistyantara, menjelaskan kasus itu mencakup perambahan hutan hingga perdagangan ilegal hewan liar.

Pihaknya telah menyegel 55 kegiatan usaha ilegal di dalam hutan, enam di antaranya dalam tahap penyidikan dan sisanya sedang didalami.

“Sembilan perambahan hutan ada di Sumatera Selatan, tiga di Jawa Barat, Jawa Timur dan di Jawa Tengah, yang hitungan kami pada penanganan itu kurang lebih 74.000 luas hutan teramankan,” kata Lukita dalam konferensi pers di kantor Kemenhut, Jakarta Pusat, Selasa (6/5/2025).

Kemenhut turut menindak pelaku penebangan hutan secara ilegal di Riau dan Sulawesi Utara. Kemudian, dua penambangan tanpa izin, serta perdagangan satwa liar di Sorong, Mimika, Sukabumi, Jakarta, dan Tangerang.

“Ada 152 satwa yang berhasil kami amankan. Ada 214 subyek dalam jaringan perdagangan TSL (tanaman dan satwa liar), 42 telah dilakukan penegakan hukum dan 15 terverifikasi,” ungkap Lukita.

Lukita menyampaikan bahwa dalam kasus penyelundupan hewan dilindungi, Kemenhut telah menangkap BQ, Warga Negara China, yang terlibat dalam juam beli cula badak dan taring harimau.

“Dari tangan tersangka kami mengamankan ada 12 taring harimau, 20 kantong empedu, dan beberapa cula badak yang saat ini kami sedang melakukan uji DNA-nya,” tutur dia.

Pada 14 April 2025, Kemenhut dan kepolisian menggagalkan perdagangan ilegal sisik trenggiling seberat 165 kilogram. Lainnya, menangani dugaan perambahan hutan di kawasan hutan lindung Tanjung Guda IV, Batam, Kepulauan Riau.

“Perambahan tersebut dilakukan melalui kegiatan cut and fill, tanaman mangrove yang berada pada kawasan hutang lindung,” papar Lukita.

“Kegiatan dilakukan tanpa adanya perizinan perusahaan di bidang kehutangan dengan bukaan seluas kurang lebih 5,98 hektare yang seluruhnya merupakan vegetasi mangrove,” tambah dia.

Berdasarkan perhitungan ahli, kerugian yang ditimbulkan sekitar Rp 23 miliar atas biaya kehilangan jasa ekosistem mangrove.

KUBET – AI Bisa Bikin Prakiraan Cuaca dan Iklim Indonesia Detail dan Akurat

forum Inovasi ClimateSmart Indonesia, Senin (5/5/2025)

Lihat Foto

AI) penting untuk mempercepat dan memperluas jangkauan prediksi iklim di Indonesia.

Pemanfaatan teknologi ini dinilai mampu mengatasi keterbatasan sistem prediksi iklim konvensional yang selama ini digunakan BMKG. Hal tersebut ia sampaikan dalam forum Inovasi ClimateSmart Indonesia, Senin (5/5/2025), yang juga menjadi ajang peluncuran platform prediksi penyakit akibat dampak iklim berbasis AI.

Dwikorita menjelaskan bahwa selama ini BMKG membutuhkan waktu sedikitnya enam bulan untuk memprediksi cuaca atau musim, termasuk peluang hujan. Prediksi itu pun harus diperbarui secara berkala setiap 10 hari. Selain itu, prakiraan juga dibuat dalam skala waktu lebih pendek—bulanan, mingguan, harian, hingga tiap jam—demi meningkatkan akurasi.

“Dengan teknologi numerik saat ini, kami memang bisa memberi prakiraan hingga tingkat desa. Namun, hanya satu desa dengan satu prediksi musim dan cuaca yang akan terjadi enam bulan mendatang. Jadi, untuk seluruh Indonesia, dibutuhkan waktu lebih lama,” ujar Dwikorita.

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa pendekatan konvensional ini memiliki keterbatasan akurasi, terutama untuk prediksi jangka panjang. Akurasi prakiraan enam bulan ke depan, misalnya, masih berada di bawah 90 persen. Sebaliknya, jika prediksi dibuat untuk jangka yang lebih pendek seperti tiga minggu atau enam jam ke depan, tingkat akurasinya bisa mencapai 92 persen.

“Di sinilah kecerdasan buatan memiliki peran. Dengan AI, kita dapat memproyeksikan kondisi iklim bahkan satu tahun lebih awal. Ini melampaui kemampuan sistem prediksi yang selama ini kami gunakan,” kata Dwikorita.

Menurutnya, penggunaan AI juga memungkinkan adanya ribuan variasi prakiraan cuaca yang dapat dibuat secara simultan di seluruh Indonesia. Pendekatan ini akan melampaui sistem satu wilayah satu prediksi, karena AI memungkinkan prediksi hingga ke skala mikro, seperti kondisi cuaca di satu hotel atau satu gedung pada waktu tertentu.

Kemampuan prediksi yang lebih luas dan lebih detail ini, lanjut Dwikorita, bukan hanya penting untuk penguatan sistem mitigasi bencana, tetapi juga mendukung berbagai sektor lain dalam menghadapi dampak perubahan iklim, termasuk potensi munculnya wabah penyakit.

“Jika kita tahu kemarau akan datang dalam bulan tertentu satu tahun sebelumnya, kita bisa siapkan peringatan dini, termasuk mengantisipasi penyakit yang mungkin berkembang di musim tersebut,” ujarnya.

Meski begitu, Dwikorita mengakui bahwa untuk menghasilkan prediksi iklim berbasis AI yang akurat, data dari BMKG saja tidak mencukupi. Oleh karena itu, ia mendorong kolaborasi dari berbagai pihak dalam pengembangan sistem AI iklim nasional.

“Dibutuhkan sinergi data dari banyak instansi agar AI benar-benar bisa menguatkan sistem prediksi iklim yang bermanfaat luas bagi masyarakat Indonesia,” tutup Dwikorita.

KUBET – Indonesia Targetkan Swasembada Garam pada 2027, NTB Jadi Kuncinya

Ilustrasi tambak garam di NTB

Lihat Foto

KKP) memperkuat langkah menuju swasembada garam nasional 2027 dengan mengembangkan sentra garam baru di Nusa Tenggara Barat (NTB).

Wilayah itu dinilai potensial berkat luasnya lahan, kualitas garam yang baik, serta dukungan kuat dari masyarakat dan pemerintah daerah.

Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan, Koswara, menyebut bahwa lokasi yang telah ditinjau antara lain Desa Labuhan Bontong, Sepayung, dan Plampang di Kabupaten Sumbawa, serta Desa Donggobolo di Kabupaten Bima.

“Pemerintah tengah menyiapkan dua langkah strategi, yaitu intensifikasi produksi garam rakyat agar sesuai standar industri, dan pembangunan sentra industri garam yang terintegrasi dari hulu ke hilir,” kata Koswara, Selasa (6/5/2025).

Langkah ini juga sebagai bentuk adaptasi terhadap Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2025, yang melarang impor garam untuk sektor pangan mulai tahun ini, dan untuk industri kimia pada 2027.

Indonesia saat ini masih mengalami defisit garam sebesar 2,9 juta ton per tahun untuk industri kimia, dan 600 ribu ton untuk pangan. Untuk itu, KKP menargetkan pembangunan minimal 1.000 hektar sentra garam nasional, bekerja sama dengan pemerintah daerah dalam konsolidasi lahan.

Bupati Sumbawa, Syarafuddin Jarot, menyatakan kesiapan daerahnya menjadi model swasembada garam nasional. “Kami siap secara lahan dan kelembagaan, demi kesejahteraan petani garam,” ujarnya.

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono juga menyampaikan dukungan penuh terhadap program ini, dengan menekankan pentingnya modernisasi sistem pergaraman dan pemberdayaan petambak garam sebagai bagian dari pembangunan kelautan yang berkelanjutan.

KUBET – Tanoto-Gates Kerja Sama untuk Kesehatan dan Pendidikan di Asia

Salah satu pendiri Tanoto Foundation, Tinah Bingei Tanoto, bersama pendiri Gates Foundation, Bill Gates.

Lihat Foto

Tanoto Foundation dan Gates Foundation menandatangani nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU), Selasa (6/5/2025).

Anggota Dewan Wali Amanat Tanoto Foundation, Belinda Tanoto, menjelaskan kerja sama itu bertujuan menyatukan komitmen maupun pengalaman kedua organisasi dalam meningkatkan bidang kesehatan, gizi, pendidikan, serta memperkuat ekosistem filantropi di kawasan Asia.

“Kemitraan ini merupakan langkah signifikan untuk membuka kesempatan-kesempatan baru peningkatan sistem di Asia dan pengembangan program-program berdampak yang telah kami jalankan,” ungkap Belinda dalam keterangannya.

Menurut dia, Tanoto Foundation dan Gates Foundation memperkuat hubungan yang sebekumnya terjalin. Selain itu bekerja sama untuk mengidentifikasi, merancang, maupun melaksanakan inisiatif di berbagai bidang melalui kemitraan tersebut.

Ini termasuk bidang kesehatan masyarakat dan penyediaan layanan kesehatan, gizi ibu dan anak, serta akses pendidikan berkualitas.

“Di dunia yang berkembang pesat ini, tantangan yang kita hadapi sangat kompleks dan saling terkait, mulai dari kesenjangan pendanaan yang semakin lebar hingga kesenjangan yang meningkat antara kaya dan miskin,” jelas Belinda.

Belinda menyatakan, melalui kemitraan bersama organisasi dengan visi yang sama seperti Gates Foundation, pihaknya dapat memanfaatkan kekuatan kolektif untuk mendorong perubahan dalam jangka panjang.

“Melalui kolaborasi, kami bisa bekerja bersama untuk menciptakan solusi yang lebih berdampak dan berkelanjutan, yang menjangkau komunitas yang paling membutuhkannya,” ucap Belinda.

Dia menyampaikan bahwa setiap program di bawah kemitraan ini akan diatur oleh perjanjian khusus yang mencakup tujuan, ruang lingkup, anggaran, peran, dan tanggung jawab kedua pihak.

Perjanjian spesifik program mencerminkan komitmen bersama guna memastikan bahwa inovasi, pengetahuan, solusi yang dikembangkan dapat terjangkau, dan dapat diakses masyarakat yang membutuhkan.

Sementara itu, Direktur Asia Selatan dan Tenggara Gates Foundation, Hari Menon, menuturkan Gates Foundation menekankan pentingnya kemitraan jangka panjang dalam mendorong perubahan.

Ia mengatakan, kerja sama dengan mitra lokal maupun regional merupakan kunci guna mencapai dampak yang berkelanjutan.

“Kami sangat senang dapat memperdalam kemitraan dengan Tanoto Foundation, membangun dari kerja penting yang telah kami lakukan bersama, mulai dari kemitraan meningkatkan gizi di Indonesia,” ucap Hari.

“Dengan menggabungkan kekuatan, jaringan, dan kapasitas regional yang saling melengkapi, kami dapat mempercepat kemajuan dan membantu meningkatkan kehidupan jutaan orang di seluruh Asia,” papar dia.

Adapun Tanoto Foundation dan Gates Foundation berkomitmen mengatasi masalah sosial yang bersifat sistemik.

Tanoto Foundation memiliki lebih dari 40 tahun pengalaman bekerja di seluruh Asia untuk mendukung sistem pendidikan, inovasi di bidang kesehatan, dan pengembangan kepemimpinan.

Sementara Gates Foundation memainkan peran penting dalam upaya global untuk memberantas penyakit, memperluas inklusi keuangan, dan meningkatkan produktivitas pertanian.

KUBET – Berkapasitas 80 MW, PLTP Muara Laboh Unit 2 Bakal Beroperasi pada 2027

Tampilan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulubelu berkapasitas 110 Megawatt (MW) di Kabupaten Tanggamus, Lampung. PLTP ini merupakan salah satu pembangkit PLN yang berkontribusi dalam layanan Renewable Energy Certificate (REC).

Lihat Foto

Wakil Menteri ESDM, Yuliot, menyebutkan bahwa pengembangan proyek PLTP Muara Laboh Unit 2 dan unit 3 yang berkapasitas 60 MW di Sumatera Barat telah mencapai financial close atau penyelesaian pendanaan. Hal ini ditandai dengan penandatanhanan kerja sama Indonesia dan Jepang. 

“Salah satu agenda pertemuan bilateral pemerintah Indonesia dan pemerintah Jepang yaitu bidang energi, dengan tercapainya tercapainya financial close PLTP Muara Laboh Unit 2 yang ditargetkan selesai pada tahun 2027,” ungkap Yuliot dalam keterangannya, Rabu (7/5/2025).

Kerja sama proyek PLTP Muara Laboh merupakan kelanjutan dari penandatanganan perjanjian jual beli listrik antara PT PLN (Persero) dengan PT Supreme Energy Muara Laboh (SEML) pada 16 Desember 2024. 

Adapun nilai pendanaannya hampir mencapai 500 juta dollar AS, yang menandai langkah besar untuk mendorong investasi energi terbarukan di Indonesia.

Yuliot mengatakan, pertemuan bilateral tersebut membahas berbagai isu global dan kerja sama di masa depan yang berkelanjutan, rendah karbon, serta terkait energi bersih melalui kerangka Asia Zero Emission Community (AZEC).

Indonesia diwakili oleh Menteri Koordinator Perekonomian serta Wakil Menteri ESDM. Sementara Jepang diwakili pimpinan delegasi Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Jepang.

“Pertemuan dengan Jepang menggarisbawahi pentingnya kolaborasi antar negara dalam mengakselerasi transisi energi, dan bukti nyata kemajuan kerjasama ini,” ucap Yuliot.

Menurut dia, pendanaan proyek PLTP Muara Laboh diperoleh PT SEML dari Japan Bank for International Cooperation (JBIC), Asian Development Bank (ADB), serta lembaga keuangan swasta seperti Mizuho Bank, Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC), MUFG Bank, hingga The Hyakugo Bank.

Sementara itu, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, menjelaskan bahwa tarif PLTP Muara Laboh Unit 2 dan 3 berbeda dengan unit 1.

“Ini negosiasi unit pertama dulu, itu kan harga masih dengan harga yang lama. Nah unit kedua dan ketiga sudah dengan sesuai Perpres 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik, itu yang menjadi keputusan di sini,” papar Eniya.

Secara keseluruhan, pengembangan PLTP Muara Laboh Unit 2 dan 3 akan mendorong investasi baru senilai total 992 juta dollar AS.

Selain proyek PLTP Muara Laboh Unit 2 dan 3, beberapa proyek energi lain yang sudah masuk dalam kerangka AZEC yaitu PLTSa Legok Nangka, Sustainable Aviation Fuel, dan PLTP Sarulla, serta jaringan transmisi dari Jawa sampai Sumatera

KUBET – Cara Sustainable Ekstraksi Nikel Ditemukan, Indonesia Perlu Jajaki

Ilustrasi karbon (pexels/Marcin Jozwiak)

Lihat Foto

karbon, kita harus serius memangkas emisi karbon.

Salah satu caranya? Transformasi dalam transportasi, dari yang semula didayai bensin atau solar menjadi listrik.

Tapi tunggu dulu, ada satu bahan penting yang jadi penopang transisi ini: nikel. Logam ini dibutuhkan untuk membuat baterai kendaraan listrik dan baja tahan karat.

Menurut proyeksi, permintaan global akan nikel bisa naik dua kali lipat pada 2040 karena tren elektrifikasi makin kencang.

Tapi di balik pentingnya nikel, proses produksinya justru bisa jadi bumerang. Polusi dan emisi tinggi soalnya. 

Kabar baik datang dari para ilmuwan di Max Planck Institute for Sustainable Materials (MPI-SusMat).

Mereka berhasil menemukan cara baru dan jauh lebih ramah lingkungan untuk mengekstraksi nikel—pakai hidrogen. Mereka memublikasikannya di jurnal Nature

“Jika terus memproduksi nikel dengan cara konvensional untuk elektrifikasi, kita hanya bikin masalah baru daripada menyelesaikannya,” jelas Ubaid Manzoor, Ph.D., peneliti MPI-SusMat.

Biasanya, produksi nikel menghasilkan sekitar 20 ton karbon dioksida per ton nikel karena menggunakan bahan kimia dan bahan bakar berbasis karbon.

Nah, metode baru ini memadukan seluruh proses—dari pemanasan, peleburan, hingga pemurnian—dalam satu tungku saja.

Hasilnya? Paduan feronikel berkualitas tinggi dengan kadar kotoran super minim, jadi nggak perlu dimurnikan lagi.

Lebih bagus lagi, cara ini bisa hemat energi sampai 18 persen, kurangi emisi karbon sampai 84 persen.

Metode ini tidak cuma ramah lingkungan, tapi juga bisa pakai lebih banyak jenis bijih nikel, termasuk yang selama ini dianggap kurang berkualitas.

KUBET – Perubahan Iklim, Salju Akan Makin Langka pada Akhir Abad Ini

Pemandangan saat musim salju di area ski Gunung Daisen, Tottori, Jepang.

Lihat Foto

salju global yang mengkhawatirkan di bawah berbagai skenario iklim.

Temuan itu diterbitkan dalam jurnal Geophysical Research Letters.

Kekeringan salju terjadi ketika jumlah salju yang terkumpul di suatu wilayah selama musim dingin jauh lebih sedikit dari biasanya.

Kekeringan salju diklasifikasikan menjadi dua kategori.

Pertama, “kering” yang disebabkan oleh presipitasi di musim dingin yang lebih sedikit dari biasanya. Jadi, tidak cukup salju turun sejak awal.

Presipitasi, dalam konteks meteorologi, adalah segala bentuk air yang jatuh dari atmosfer ke permukaan bumi, termasuk hujan, salju, hujan es, dan hujan beku.

Kedua, kategori “hangat” yang disebabkan oleh suhu yang lebih hangat yang mengakibatkan hujan alih-alih salju. Kategori hangat juga bisa terjadi saat salju mencair lebih awal meskipun jumlah curah hujannya normal.

Melansir Phys, Rabu (30/4/2025), dalam studinya peneliti menggunakan data ERA5-Land dan proyeksi iklim multi-model CMIP6 untuk menganalisis tren jangka panjang dalam frekuensi kekeringan salju di bawah berbagai skenario emisi.

Hasil penelitian menunjukkan bakal adanya peningkatan signifikan dalam kejadian kekeringan salju hingga akhir abad ini.

Pada tahun 2100, frekuensi kekeringan salju dapat meningkat tiga kali lipat di bawah skenario SSP2-4.5 (skenario emisi menengah) dan empat kali lipat di bawah skenario SSP5-8.5 (skenario emisi tinggi), dibandingkan dengan garis dasar tahun 1981, yang dijadikan sebagai titik awal perbandingan.

Penelitian ini pun memprediksi bahwa di masa depan, kekeringan salju yang disebabkan oleh suhu hangat akan menjadi jauh lebih umum daripada kekeringan salju yang disebabkan oleh kurangnya salju.

Pada tahun 2050, jenis kekeringan ini diperkirakan dapat mencapai sekitar 65 persen dari seluruh kejadian kekeringan salju.

Di bawah skenario SSP5-8.5 (emisi tinggi), frekuensi kekeringan salju tipe hangat dapat meningkat 6,6 kali lipat.

Sementara kejadian kekeringan salju gabungan tipe kering dan hangat yang menimbulkan risiko terbesar bagi ekosistem dan infrastruktur air, mungkin menjadi 3,7 kali lebih umum.

Penelitian ini pun menunjukkan bahwa tidak hanya kekeringan salju akan menjadi lebih sering dan parah, tetapi penyebabnya juga bergeser ke arah suhu yang lebih hangat atau kombinasi dengan kurangnya salju, terutama di wilayah lintang tengah dan tinggi.

Informasi ini sangat penting bagi upaya global dalam mengelola sumber daya air dan menghadapi dampak perubahan iklim.