KUBET – KKP Ungkap Pendapatan Sektor Perikanan Indonesia Capai Rp116 Triliun

Menteri KKP Wahyu Sakti Trenggono

Lihat Foto

Dalam upaya mendukung pencapaian tersebut, Indonesia akan memperkuat arah kebijakan nasional yang menempatkan konservasi laut sebagai pilar penting dalam pembangunan berkelanjutan dan ketahanan pangan.

Salah satu upaya strategis yang ditempuh adalah memperluas dan meningkatkan efektivitas kawasan konservasi laut hingga mencakup 30 persen wilayah perairan nasional pada 2045 (visi 30×45).

Sakti mengatakan bahwa komitmen konservasi laut tersebut juga turut mendukung agenda nasional seperti ekonomi biru Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan penguatan kearifan lokal.

“Dengan adanya komitmen ini diharapkan praktik perikanan tangkap dan budidaya yang ramah lingkungan dapat terus ditingkatkan, sekaligus memberikan kontribusi terhadap peningkatan pendapatan negara dari sektor perikanan di pesisir dan laut yang telah berhasil mendapatkan hasil yang signifikan,” ujar Sakti sebagaimana dikutip dari keterangan tertulisnya, Kamis (19/6/2025).

Lebih lanjut, ia mengatakan melalui visi 30×45, Indonesia juga menargetkan pengelolaan yang efektif terhadap kawasan konservasi dan Other Effective Area-based Conservation Measures (OECM).

Sejalan dengan COP15

Langkah ini dinilai sejalan dengan kerangka kerja Keanekaragaman Hayati Global Kunming-Montreal, yang diadopsi pada Konferensi Keanekaragaman Hayati PBB (COP15) di Montreal, Desember 2022. Kesepakatan tersebut dipandang sebagai peluang terakhir untuk menyelamatkan keanekaragaman hayati dunia dan mencegah krisis ekologis yang lebih dalam.

Adapun, sebagai bagian dari upaya mempercepat pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) 14 yang berfokus pada Kehidupan di Bawah Air, Indonesia juga menyuarakan pentingnya kerja sama global dalam pengembangan kapasitas, riset, perencanaan ruang laut, dan transfer teknologi.

Sejauh ini, Indonesia telah mendorong pengakuan atas inisiatif kawasan Asia-Pasifik dalam aksi iklim berbasis laut (Ocean-Based Climate Action/OBCA) dan menjadikannya bagian dari diskusi internasional.

Sebagai informasi, kehadiran Indonesia dalam UNOC3 dipimpin langsung oleh Menteri Kelautan dan Perikanan. Turut hadir pula Ketua Komisi IV DPR RI, Wakil Menteri Luar Negeri, serta delegasi lainnya, untuk menegaskan posisi Indonesia sebagai ocean champion yang tidak hanya menyuarakan komitmen, tetapi juga menunjukkan langkah nyata dalam perlindungan laut global.

KUBET – 16 Sistem Penambatan Bakal Dipasang untuk Jaga Terumbu Karang Raja Ampat

Terumbu karang di Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Lihat Foto

Raja Ampat, Papua Barat Daya, memasang mooring system (sistem penambatan) di perairan Raja Ampat sebagai bagian penting menjaga keutuhan terumbu karang di wilayah itu.

Kepala BLUD UPTD Kawasan Konservasi Perairan Kabupaten Raja Ampat, Syafri Tuharea, di Sorong, Kamis (19/6/2025), menjelaskan bahwa pemasangan titik mooring buoy di kawasan perairan konservasi sangat krusial, khususnya dalam mendukung sektor pariwisata dan menjaga kelestarian ekosistem laut, terutama terumbu karang.

“Titik mooring ini sangat penting untuk melindungi ekosistem laut dari kerusakan akibat aktivitas kapal wisata,” jelasnya seperti dikutip Antara.

Menurut dia, ini bagian dari upaya pencegahan pembuangan jangkar langsung ke dasar laut yang dapat merusak terumbu karang, karena terumbuh katang merupakan salah satu ekosistem yang menjadi daya tarik utama wisata bawah laut Raja Ampat.

Dia menyebutkan, berdasarkan data, sebanyak 75 persen spesies terumbu karang dunia dapat ditemukan di perairan Raja Ampat, sehingga solusi yang dilakukan adalah memasang sistem tambat kapal (mooring system) agar kapal tidak lagi menjatuhkan jangkar ke dasar laut, terutama di zona konservasi.

“Sangat disayangkan jika kekayaan karang ini rusak karena hal-hal yang sebenarnya bisa kita cegah,” katanya.

Saat ini, BLUD Raja Ampat baru memasang dua unit mooring system di dua lokasi wisata utama, yakni Kampung Friwen dan Meoskun. Tahun ini, pihaknya menargetkan pemasangan 16 mooring sistem tambahan, terdiri atas, enam unit dari BLUD, dua unit dari Pemerintah Daerah Raja Ampat dan delapan unit dari Konservasi Indonesia (KI).

“Totalnya ada 16 unit mooring system. Kami akan menentukan titik pemasangan, namun pihak yang berwenang melakukan survei adalah dari Navigasi,” jelas Syafri.

Ke depan, pemasangan mooring buoy akan difokuskan di tiga kawasan konservasi strategis, yakni Selat Dampir, Kepulauan Fam, dan Misool Selatan.

KUBET – Picu Kerusakan Lingkungan, 2 Perusahaan Tambang Didenda Rp 47 Miliar

Dua perusahaan melakukan penambangan ilegal di Desa Lamondowo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.

Lihat Foto

tambang PT James & Armando Pundimas (PT JAP), dan PT Bhima Amarta Mining (PT BAM) wajib membayar denda atau ganti rugi sebesar Rp 47 miliar.

Hal ini dilakukan, usai PT DKI mengabulkan gugatan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) terkait kerusakan lingkungan dari operasional perusahaan di kawasan hutan produksi di Desa Lamondowo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.

Aktivitas penambangan nikel ilegal tersebut dilakukan oleh PT JAP dan PT BAM tanpa izin yang sah, serta berada di dalam wilayah hutan yang dilindungi.

“Gugatan ini mencerminkan komitmen pemerintah dalam menurunkan tingkat pelanggaran terhadap lingkungan hidup,” kata Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup KLH, Dodi Kurniawan, dalam keterangannya, Kamis (19/6/2025).

“Ini adalah wujud nyata perjuangan negara untuk menegakkan hak masyarakat atas lingkungan hidup yang layak, bersih, dan sehat,” imbuh dia.

Dodi menjelaskan, mulanya Pengadilan Negeri Kendari menyatakan Direktur PT JAP bersalah karena menggunakan kawasan hutan secara ilegal. KLH lantas mengajukan gugatan perdata terhadap kedua perusahaan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 29 Desember 2023.

Namun, majelis hakim PN Jakarta Pusat menolak gugatan tersebut melalui putusan Nomor 8/PDT.G/LH/2024/PN Jkt.Pst.

“KLH tidak tinggal diam, upaya banding dilakukan ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta,” tutur Dodi.

Setelahnya, PT DKI membatalkan putusan pengadilan tingkat pertama dan mengabulkan sebagian tuntutan KLH.

Pengelola PT JAP dan PT BAM dinyatakan terbukti menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup di area seluas 2,8 hektare, serta diwajibkan membayar ganti rugi sebagaimana ditetapkan dalam amar putusan.

Gugatan terhadap PT JAP dan PT BAM adalah yang pertama diajukan KLH terkait penambangan ilegal.

Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup KLH, Rizal Irawan, menyatakan bahwa putusan tersebut menjadi bukti bahwa pelaku usaha tidak bisa lagi mengabaikan dampak ekologis dari aktivitas mereka.

“KLH akan terus mendorong upaya pencegahan dan penindakan terhadap pencemaran dan perusakan lingkungan hidup di seluruh Indonesia,” ungkap Rizal.

KUBET – Interupsi untuk Pertambangan: Pembangunanisme Vs “Wahabi Lingkungan”

Limbah nikel di sebuah kawasan tambang di Konawe Utara mencemari laut.

Lihat Foto

Das ding an sich) kata ini memiliki dan memuat hasrat serta tujuan mulia, yaitu membangun, mendirikan, menegakkan, dan memperbaiki situasi dan kondisi.

Pendek kata, pembangunan adalah hal yang positif sebelum berkorespondensi dengan kenyataan sosial dan ekologis di lapangan.

Di kemudian hari, paham tentang pembangunan, yakni pembangunanisme atau developmentalism diidentikkan dengan gagasan kemajuan–setidaknya begitu jika mengacu pada modernitas dan modernisme.

Pembangunan tak pelak dianggap sebagai kemodernan, dan tak ada modernitas tanpa aktivitas pembangunan di dalamnya.

Bjorn Hettne dalam “Teori Pembangunan dan Tiga Dunia” (1990) menyatakan pembangunan adalah salah satu gagasan yang tertua dan terkuat dari semua gagasan Barat (baca: Eropa).

Björn Hettne adalah Profesor Emeritus Sejarah Ekonomi di Universitas Gothenburg yang menulis tentang Ekonomi Politik Internasional, Regionalisme (Asia Selatan, Eropa), serta Teori Pembangunan dan Konflik.

Unsur utama pembangunan, lanjut Hettne, tak lain metafora pertumbuhan. Pembangunan sesuai dengan metafora ini dipahami sebagai organisme, imanen, terarah, kumulatif, dan bertujuan.

Dalam perspektif ini, bisa dimengerti jika Ketua PBNU Ulil Abshar Abdalla dalam “Rosi” di Kompas TV, 12 Juni 2025, menyebut penambangan adalah kegiatan yang dibolehkan dan bermanfaat. Yang tidak boleh, menurut Ulil, adalah “bad mining”.

Pernyataan Ulil itu merespons kecenderungan sebagian kalangan yang melarang sama sekali aktvitas penambangan–dalam konteks ini ia merujuk pada lawan debatnya di acara “Rosi”, Iqbal Damanik, juru kampanye hutan dari Greenpeace yang gencar menyuarakan #SaveRajaAmpat di media sosial.

Ulil menyebut mereka yang melarang sama sekali secara ekstrem kegiatan penambangan (mining) sebagai “Wahabi Lingkungan”.

Stempel Wahabi ini merujuk atau mengadopsi secara longgar pada aliran atau paham dalam Islam yang cenderung puritan, sangat berobsesi pada kemurnian serta keras dan sangat bertopang pada teks.

Publik yang mengetahui latar belakang Ulil sebagai tokoh utama Jaringan Islam Liberal (JIL) sekian tahun silam, mungkin tidak akan kaget dengan istilah tadi.

Buat saya, dalam debat dengan aktivis Greenpeace itu, Ulil memperlakukan acara “Rosi” sebagai ruang publik sekaligus ruang akademis. Dan karena itu, stempel atau label tadi bukan hal utama dan pokok.

Yang utama, pokok dan penting justru argumentasi yang dilontarkan Ulil.

Jika kegiatan menambang nikel, termasuk di Raja Ampat, Papua Barat Daya itu dibaca lewat bingkai “pembangunanisme”, hal itu lumrah, bahkan niscaya.

Ilustrasi kawasan tambang nikel di Sulawesi. Pemerintah Indonesia berambisi menjadi pemain utama industri nikel, khususnya electric vehicle (EV). Namun ternyata masih banyak yang harus dipenuhi, mulai dari regulasi hingga roadmap rantai pasok hulu dan hilir.Dok. Walhi Sulawesi Tengah Ilustrasi kawasan tambang nikel di Sulawesi. Pemerintah Indonesia berambisi menjadi pemain utama industri nikel, khususnya electric vehicle (EV). Namun ternyata masih banyak yang harus dipenuhi, mulai dari regulasi hingga roadmap rantai pasok hulu dan hilir.

Terlebih di baliknya terselip agenda memanfaatkan sumber daya mineral untuk kemakmuran masyarakat.

PT Gag Nikel, yang IUP-nya atau izin usaha pertambangan tidak dicabut, contohnya menghasilkan sedikitnya tiga juta ton nikel.

Itu kue ekonomi yang terlampau besar tatkala nikel menjadi primadona baru seiring gencarnya industri kendaraan listrik. Kapital yang besar menyanggah pertumbuhan ekonomi–dan ini tak mungkin ditanggalkan oleh rezim pembangunan.

KUBET – Potensi Rumput Laut Besar, tetapi Baru 11 Persen Lahan Budidaya yang Dimanfaatkan

Petani rumput laut Joko Sumiyono (65) saat mengangkat rumput laut yang ditanamnya di perairan Pantai Bondo, Jepara, Jawa Tengah, Rabu (23/10/2024).

Lihat Foto

rumput laut global. Namun, dari seluruh potensi lahan budidaya, baru 11,65 persen yang benar-benar dimanfaatkan.

Menurutnya, sebagian besar rumput laut masih dibudidayakan oleh pelaku skala kecil di pesisir, dengan masih mengandalkan metode tradisional.

“Padahal, rumput laut tidak hanya menjadi sumber penghidupan masyarakat pesisir, tetapi juga sebagai solusi untuk ketahanan pangan, mitigasi perubahan iklim, serta pengelolaan sumber daya laut yang berkelanjutan,” kata Tebe sebagaimana dikutip dari keterangan tertulisnya, Selasa (17/6/2025).

Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, menambahkan bahwa rumput laut juga berpotensi menjadi bahan baku biofarmasi dan kosmetik yang ramah lingkungan.

Selain itu, ia menyebut tanaman laut ini dapat menjadi pengganti plastik yang lebih ramah lingkungan, sekaligus berfungsi sebagai penyerap karbon alami melalui proses fotosintesisnya dan dalam jumlah banyak rumput laut dapat membantu melindungi garis pantai dari erosi dan dampak badai, yang semakin parah akibat perubahan iklim.

Dari sisi ekonomi, Tebe mengutip laporan Future Market Insights, memproyeksikan nilai pasar global rumput laut mencapai 9,4 miliar dolar AS pada 2025 dan meningkat menjadi 23,9 miliar dolar AS pada 2035. Angka tersebut tumbuh dengan laju pertumbuhan tahunan majemuk (CAGR) sebesar 9,8 persen.

“Peluang pengembangan budidaya rumput laut di Indonesia masih sangat besar,” ujar Tebe.

Oleh sebab itu, untuk mendukung perluasan potensi dan peningkatan produktivitas, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah membangun model budidaya rumput laut di beberapa daerah, seperti Kabupaten Wakatobi (Sulawesi Tenggara), Rote Ndao (NTT), dan Maluku Tenggara (Maluku).

Pihaknya juga tengah menerapkan strategi revitalisasi dan pengembangan bibit unggul berbasis kultur jaringan yang ramah lingkungan.

Tebe mengatakan bahwa produksi rumput laut Indonesia pada 2024 tercatat sebesar 10,80 juta ton, naik 10,82 persen dibanding tahun sebelumnya. “Produksi tersebut didominasi oleh jenis Kappaphycus alvarezii, diikuti oleh Gracilaria spp dan Eucheuma spinosum,” jelas Tebe.

Sementara itu, untuk memperkuat ekspor dan ketahanan pangan nasional, KKP melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budi Daya juga telah menyiapkan sejumlah strategi peningkatan produksi.

Tidak hanya di dalam negeri, pengembangan juga melibatkan kerja sama global, salah satunya melalui United Nations Task Force on Seaweed (UNTFS). Bentuk kerja sama ini antara lain mengeksplorasi jenis rumput laut baru di luar Kappaphycus dan Gracilaria yang selama ini umum dibudidayakan di Indonesia.

“Dengan keanekaragaman hayati laut dan garis pantai yang luas, Indonesia punya posisi strategis untuk memperluas budidaya rumput laut jenis baru,” ujar Tebe.

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa dengan ini Indonesia juga memiliki peluang untuk memimpin pembentukan Pusat Inovasi Rumput Laut Asia Tenggara di bawah koordinasi UNTFS. Pusat ini dirancang sebagai wadah pertukaran pengetahuan, proyek percontohan, dan pelatihan.

Terakhir, menurut Tebe, dengan adanya kolaborasi ini, Indonesia juga bisa ikut berperan dalam pengembangan standar global untuk budidaya rumput laut berkelanjutan, termasuk penerapan biosekuriti dan standar kualitas untuk ekspor.

KUBET – Pembukaan Lahan dan Pembangunan Sebabkan Buaya Muncul ke Permukiman

Seekor buaya sepanjang sekitar dua meter mendadak muncul dan menggegerkan warga Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (16/6/2025).

Lihat Foto

pembukaan lahan dan pembangunan memicu kemunculan buaya di permukiman.

Pasalnya, habitat asli hewan buas tersebut terganggu akibat ekspansi permukiman manusia. Ronny menjelaskan, buaya merupakan hewan teritorial yang membutuhkan area luas khususnya bagi pejantan.

“Saat musim kawin, buaya jantan menjadi sangat agresif, dan mereka juga memerlukan ruang luas untuk berburu untuk memenuhi kebutuhan hidup serta berkembang biak,” ujar Ronny dalam keterangannya, Selasa (17/6/2025).

Ketika wilayahnya menyempit karena alih fungsi lahan, buaya cenderung masuk ke kawasan yang ditinggali manusia untuk mencari makan.

“Dalam kondisi ini, buaya akan menyusuri area baru, termasuk permukiman karena wilayah aslinya tidak lagi mencukupi untuk bertahan hidup,” ucap Ronny.

Karena itu, masyarakat perlu memahami dan menghormati ruang hidup satwa liar seperti buaya. Di Australia, misalnya, di mana populasi buaya liar dikelola dalam area konservasi yang dijaga ketat, masyarakat setempat juga bisa berwisata edukasi di kawasan konservasi tersebut.

“Ketika manusia dapat hidup berdampingan dengan alam liar, maka akan tercipta keharmonisan yang membuat bumi ini menjadi lestari,” jelas dia.

Di sisi lain, Ronny menekankan agar masyarakat tidak menyakiti atau mencoba mengusir buaya sendiri dan langsung melapor ke petugas. Sebab, buaya akan menjadi agresif saat mengalami stres apabila mendapatkan perlakuan kasar manusia.

Buaya memiliki insting kuat terhadap keberadaan makanan. Sehingga jika tidak dipindahkan ke habitat baru yang aman, kemungkinan besar mereka akan kembali ke lokasi sebelumnya,” ucap Ronny.

Dia lantas meminta masyarakat tak sembarangan memelihara buaya liar. Upaya konservasi berjalan seiring dengan edukasi publik harus dilakukan, supaya masyarakat memahami risiko dan dampak negatif dari perdagangan serta pemeliharaan ilegal satwa liar terutama spesies predator seperti buaya muara.

KUBET – Menhut: Target NDC Perlu Realistis, Ambisius tetapi Tak Tercapai Malah Rugikan Indonesia

Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (23/5/2025).

Lihat Foto

“Tentu kita akan menjaga nama baik kita di depan dunia internasional. Bahwa kita men-submit suatu dokumen yang bisa dikerjakan dan dieksekusi. Karena kalau kita membuat satu target yang ambisius dan pada akhirnya kita tidak mampu melakukannya, justru akan membuat wajah diplomasi yang sekarang kita kejar itu menjadi tidak baik,” kata Menhut Raja Juli Antoni.

Hal itu disampaikan juga dalam sambutan di Pembahasan Penyusunan Second NDC bersama para anggota Friends of NDC di Jakarta, Senin (16/6/2025), bahwa dokumen Second NDC yang sedang disusun agar lebih realistis dan teknokratis, yang pada akhirnya nanti bisa dikerjakan sesuai dengan komitmen Indonesia kepada dunia.

Dia juga menyampaikan apresiasi tinggi kepada Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq serta tim penyusun yang telah bekerja keras menyusun draft Second NDC. Mengingat Indonesia sebagai bagian dari komunitas internasional memiliki tanggung jawab moral dan diplomatik dalam menghadapi krisis iklim global.

Namun, dalam saat bersamaan Menhut menekankan menekankan bahwa diplomasi Indonesia harus ditopang oleh realitas di lapangan.

Dalam konteks sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya (FOLU), Menhut Raja Juli menyampaikan target net sink sebesar -93,7 juta ton CO2 ekuivalen (skenario rendah) hingga -119,9 juta ton CO2 ekuivalen (skenario tinggi) pada 2030 adalah ambisius, dan harus dipertimbangkan secara realistis. Dengan memperhatikan berbagai dinamika pembangunan nasional, seperti ketahanan pangan dan pengembangan bioenergi.

“Kita punya domestic interest, kita punya economic interest, kita punya political interest. tentu komitmen tersebut tetap harus kita jaga dengan kemudian membuat satu penghitungan data yang juga lebih realistis,” tutur Menhut.

Dia mendorong seluruh sektor untuk menyelesaikan pekerjaan rumah masing-masing dan memberikan kontribusi data yang solid untuk mendukung target nasional.

Ia mengusulkan pendekatan yang transparan, inklusif, dan partisipatif, dalam penyusunan NDC agar dokumen yang dihasilkan benar-benar merepresentasikan kondisi dan kapasitas nasional.

“Wajah internasional kita harus cantik sedemikian rupa, tetapi juga kecantikan yang ditampilkan itu juga merepresentasikan apa yang sebenarnya terjadi. Tidak hanya polesan ‘kosmetik’, saya kira, tapi suatu yang memang bisa kita kerjakan,” ucap Menhut Raja Juli Antoni.

KUBET – Sistem Tanam Padi Rendah Karbon, Apakah Memungkinkan?

Petani Banyuwangi sedang memanen padi.

Lihat Foto

Di tengah lonjakan kebutuhan pangan global dan dampak perubahan iklim yang kian nyata, sistem pertanian padi dituntut untuk lebih efisien, adaptif, dan berkelanjutan.

Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan (ORPP) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Puji Lestari, menekankan bahwa tantangan perubahan iklim, degradasi sumber daya alam, serta tingginya permintaan pangan menjadikan riset pertanian semakin relevan dan mendesak.

Sistem tanam padi rendah emisi dinilai dapat menjadi bagian dari langkah mitigasi iklim yang konkret.

Contoh praktiknya datang dari Vietnam. Hung Nguyen Van dari International Rice Research Institute (IRRI) Filipina memaparkan bahwa negaranya telah menjalankan program satu juta hektare padi berkualitas tinggi yang juga rendah emisi.

Inisiatif ini mengandalkan integrasi database iklim, teknologi pertanian presisi, serta mekanisasi yang efisien. Tujuannya untuk meminimalkan emisi gas rumah kaca tanpa mengorbankan produktivitas.

Beberapa teknik yang digunakan dalam program tersebut antara lain alternate wetting and drying (AWD)—sistem irigasi berselang yang tidak membiarkan sawah tergenang terus-menerus, melainkan membiarkan tanah mengering sampai batas tertentu sebelum diairi kembali. Selain hemat air, metode ini dinilai mengurangi emisi.

Manajemen pupuk juga menjadi perhatian. Melalui pendekatan spesifik lokasi, pemberian pupuk disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing lahan.

“Di sisi pascapanen, pendekatan pertanian sirkular diterapkan lewat pengelolaan jerami yang tidak dibakar sehingga mengurangi potensi polusi dan pelepasan karbon,” ujar Hung, sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis di laman BRIN, Selasa (17/6/2025).

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa inovasi digital dapat turut mendukung efisiensi. IRRI mengembangkan aplikasi EasyFarm yang memungkinkan petani mengakses informasi tanam, jadwal pemupukan, serta alat pertanian.

“Model ini membuka peluang kolaborasi adaptif bagi Indonesia melalui transfer pengetahuan dan pengembangan sistem pertanian rendah karbon,” tambahnya.

Sementara itu, dalam konteks global, Ando M. Radanielson dari IRRI menyoroti bahwa sistem tanam padi tradisional—terutama perendaman sawah secara terus-menerus dan pembakaran jerami—masih menjadi penyumbang utama emisi metana dan nitrogen dioksida.

Oleh sebab itu, IRRI mengusung pendekatan seed, scale, sustain—yakni pengembangan teknologi, perluasan adopsi, dan jaminan keberlanjutan.

Teknologi yang dikembangkan mencakup AWD, pemupukan berbasis sensor yang menyesuaikan dosis secara presisi, serta direct-seeded rice (DSR) atau tanam langsung yang mengurangi kebutuhan air dan tenaga kerja.

“Inovasi seperti ini diperlukan untuk memastikan keberlanjutan sistem pertanian sekaligus mendukung pencapaian target iklim global,” kata Ando.

KUBET – Veronica Tan Ingin Jakarta Ramah Perempuan dan Anak

Ilustrasi kota yang berkelanjutan

Lihat Foto

keberlanjutan sosial sebagai fokus utama, dengan memberi perhatian khusus pada perempuan dan anak.

Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Veronica Tan, menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah untuk menjadikan Jakarta sebagai kota global yang tidak hanya berkelanjutan, tetapi juga ramah bagi perempuan, anak, dan kelompok rentan lainnya.

Pernyataan tersebut disampaikannya menjelang penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029, yang menjadi momentum penting bagi arah pembangunan kota.

Menurutnya, kota global tidak hanya diukur dari kemajuan infrastruktur dan ekonomi, tetapi juga dari seberapa aman dan nyamannya kota itu bagi semua warganya.

“Oleh sebab itu, Jakarta harus bisa menjadi kota yang aman dan adil bagi semua, termasuk perempuan, anak, dan kelompok rentan lainnya,” ujar Veronica sebagaimana dikutip dari keterangan tertulisnya, Selasa (17/6/2025).

Untuk mewujudkan hal tersebut, ia menekankan perlunya keterlibatan berbagai pihak, mulai dari pemerintah pusat dan daerah, organisasi masyarakat, pelaku usaha, hingga individu.

Namun, tantangan yang ada tidak ringan. Veronica menyebutkan kekerasan seksual serta dampak digitalisasi terhadap perempuan dan anak sebagai dua persoalan mendesak yang perlu segera diatasi.

Sebagai bagian dari upaya tersebut, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mengembangkan sejumlah inisiatif, seperti Ruang Bersama Indonesia (RBI) yang sudah dilaksanakan di Jakarta melalui Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA), yang menjadi bagian dari infrastruktur sosial kota.

Community center seperti RBI bisa menjadi ruang aman untuk melaporkan kekerasan yang dialami perempuan dan anak, mengembangkan potensi warga, membangun ketahanan keluarga, hingga mengedukasi tentang keamanan digital dan literasi keuangan,” jelasnya.

Sementara itu, dari sisi ekonomi sosial, Wakil Menteri Ekonomi Kreatif Irene Umar menyatakan kesiapannya untuk mendukung penguatan daya tahan dan kreativitas masyarakat, termasuk kelompok rentan, dalam menghadapi tantangan masa depan.

Adapun, di tingkat daerah, Kepala Dinas PPAPP DKI Jakarta, Iin Mutmainnah, menegaskan komitmen untuk memperkuat perlindungan perempuan dan anak melalui pembaruan regulasi. Salah satu langkah strategis yang tengah dijalankan adalah revisi Perda Nomor 8 Tahun 2011.

“Revisi ini akan menghasilkan dua regulasi baru, yaitu Perda Perlindungan Perempuan dan Perda Penyelenggaraan Kota Layak Anak (KLA). Saat ini lima kota dan satu kabupaten di Jakarta sudah masuk KLA kategori utama. Harapannya, revisi ini bisa membawa Jakarta ke tingkat paripurna,” kata Iin.

Dukungan dari komunitas juga menjadi bagian penting. Kawan Puan, jaringan komunitas perempuan yang fokus pada perlindungan dan pemberdayaan, menjadi salah satu mitra strategis.

“Kawan Puan telah membantu lebih dari seribu korban kekerasan seksual, bekerja sama dengan 30 mitra LSM, dan memberikan dukungan pendanaan kepada sekitar 450 perempuan,” ujar Co-Founder Kawan Puan, Hannah Al Rashid.

Ia menambahkan, komunitas akar rumput sering menjadi sumber ide-ide inovatif, namun sering kali terbatas oleh jarak antara masyarakat dan pemerintah.

Oleh sebab itu, kemitraan antara komunitas dan pemerintah dinilai penting agar inisiatif dari bawah bisa menjangkau lebih banyak pihak dan berdampak lebih luas.

Melalui sinergi lintas sektor ini, Jakarta menapaki jalan menuju kota yang tidak hanya berkembang secara fisik dan ekonomi, tetapi juga berkelanjutan secara sosial—sebuah kota yang memastikan tidak ada satu pun kelompok yang tertinggal, terutama perempuan, anak, dan kelompok paling rentan.

KUBET – Tonga Akui Paus sebagai Mahluk Berakal dan Punya Kehendak Bebas

ilustrasi paus

Lihat Foto

Tonga, sebuah negara di kepulauan di Pasifik bakal menjadi negara pertama di dunia yang secara resmi mengakui bahwa paus memiliki hak-hak bawaan.

Pengakuan hak paus ini diungkapkan oleh Putri Angelika Latufuipeka Tukuhaho dari dalam Konferensi Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa di Nice, Prancis, Tonga. Ia menyerukan agar paus diakui sebagai “subjek hukum” (legal subject).

“Sudah waktunya untuk mengakui paus bukan hanya sebagai sumber daya tetapi sebagai makhluk berakal dengan hak-hak yang melekat,” kata Latufuipeka Tukuhaho.

Pengakuan tersebut menunjukkan bahwa Tonga sedang serius mempertimbangkan untuk menjadi pelopor global dalam memberikan perlindungan hukum yang kuat bagi paus, dengan cara memberikan mereka status hukum dan mekanisme untuk menegakkan hak-hak tersebut melalui perwakilan manusia.

“Ini secara efektif akan memberikan paus kewenangan dalam sistem hukum, yang memungkinkan mereka untuk menegaskan dan mempertahankan hak-hak mereka sen diri,” kata Grant Wilson, direktur eksekutif kelompok advokasi Earth Law Center yang berbasis di AS, yang tidak terlibat dalam inisiatif tersebut, dikutip dari Inside Climate News, Rabu (18/6/2025).

Pengakuan terhadap paus ini kemudian coba diwujudkan melalui peraturan.

Melino Maka, ketua Huelo Matamoana Trust, bersama dengan Putri Latufuipeka Tukuhaho, sedang menggarap inisiatif undang-undang yang akan memberi paus status subjek hukum di Tonga.

Ketentuan utama dalam RUU tersebut mencakup pengakuan paus sebagai badan hukum dan hak-hak mereka untuk hidup, migrasi, habitat yang sehat, dan perlindungan budaya, pembentukan kerangka perwalian, dan kewenangan penegakan hukum, termasuk hak untuk memulai proses hukum untuk melindungi paus.

Setelah rancangan tersebut disempurnakan, maka berharap rancangan tersebut akan diperkenalkan secara resmi ke Parlemen.

“Ini adalah momen penting bagi Tonga dan Pasifik yang lebih luas dalam gerakan untuk memajukan keadilan laut dan hukum lingkungan yang dipimpin oleh masyarakat adat,” kata Maka.

Rancangan undang-undang menurut Mere Takoko, salah satu pendiri Pacific Whale Fund menggabungkan hukum Barat dan kosmologi Polinesia, termasuk konsep seperti Mana, atau kekuatan spiritual dan gagasan bahwa manusia adalah bagian dari alam dan alam adalah bagian dari manusia.

“Nenek moyang kita selalu tahu bahwa paus memegang mauri, kekuatan hidup lautan, dan itulah cara utama kita untuk mengukur kesehatan lautan,” kata Takoko, yang merupakan Suku Maori Pribumi.

Ketentuan lain dalam rancangan undang-undang mencakup serangkaian hak yang disesuaikan untuk paus, seperti hak untuk memiliki kebebasan bergerak dan perlindungan dari polusi.

“Pada akhirnya kami hanya ingin memastikan bahwa paus bebas menjadi paus. Jadi, kerangka hukum semacam ini sangat penting untuk mengelola manusia,” tambah Takoko.

Apa yang dilakukan Tonga ini merupakan bagian dari gerakan hak-hak alam global yang makin berkembang di dunia. Gerakan ini memajukan pemahaman bahwa ekosistem satwa liar, dan Bumi adalah makhluk hidup dengan hak-hak yang melekat untuk hidup, berevolusi, dan beregenerasi.

Para pendukung gerakan tersebut mengatakan bahwa tidak seperti perlindungan lingkungan konvensional, yang sebagian besar mengatur jumlah polusi yang diizinkan, undang-undang hak-hak alam mengambil pendekatan pencegahan.

Lebih lanjut, rancangan undang-undang Tonga mengharuskan perusahaan untuk menunjukkan bahwa aktivitas mereka memungkinkan siklus, proses, dan fungsi vital populasi paus dan habitatnya untuk terus berlanjut.

Jika aktivitas tersebut dapat membahayakan keberadaan populasi paus, maka aktivitas tersebut harus dilarang secara tegas.