
Di antaranya terjadi kekeringan, kebakaran hutan dan lahan (karhutla), bencana hidrometeorologi, menurunnya produksi pangan, merebaknya wabah penyakit dan sebagainya.
Pemberitaan harian Kompas, Jumat (2/5/2025), berjudul “Perubahan Iklim Meningkatkan Kebakaran Hutan” menegaskan dan membenarkan sinyalemen itu.
Perubahan iklim menyebabkan suhu global meningkat dan memicu kekeringan ekstrem sehingga membuat api lebih mudah menjalar.
Para peneliti dari Helmholtz Centre for Environmental Research, Jerman dan peneliti dari Australia menemukan musim cuaca kebakaran-periode cuaca yang sangat mendukung kebakaran seperti saat musim kemarau dengan kelembaban rendah – di Australia Timur dan Amerika Utara semakin tumpang tindih.
Musim kebakaran di kedua wilayah itu bergeser akibat perubahan iklim. Laporan hasil studi ini telah dipublikasikan di jurnal Earth’s Future pada April 2025.
Para peneliti menggunakan Canadian Fire Weather Index (FWI) untuk mengukur risiko kebakaran. Indeks ini memperhitungkan curah hujan, suhu, kelembaban relatif, dan kecepatan angin.
Para peneliti mengindentifikasi hari-hari dengan risiko kebakaran hutan yang tinggi. Mereka menemukan musim kebakaran di Australia Timur dan Amerika utara bagian barat semakin tumpang tindih sejak 1979.
Lalu bagaimana dengan Indonesia?
Langsung maupun tidak langsung karena pemanasan global, maka perubahan iklim juga akan meningkatkan risiko kebakaran di Indonesia, khususnya pada daerah lahan gambut yang terbuka (termasuk perkebunan sawit yang ditanam di lahan gambut) yang memang sangat rentan kebakaran hutan.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menyampaikan bahwa awal musim kemarau 2025 mulai terjadi sejak April dan akan berlangsung secara bertahap di berbagai wilayah Indonesia.
Kendati demikian, musim kemarau 2025 diprediksi akan berlangsung lebih singkat dari biasanya di sebagian besar wilayah Indonesia.
Hal ini berdasarkan pemantauan dan analisis dinamika iklim global dan regional yang dilakukan BMKG hingga pertengahan April 2025.
Dwikorita juga mengungkapkan bahwa puncak musim kemarau akan terjadi pada Juni hingga Agustus 2025, dengan wilayah-wilayah seperti Jawa bagian tengah hingga timur, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, dan Maluku diperkirakan mengalami puncak kekeringan pada Agustus.
Untuk sektor kebencanaan, peningkatan kesiapsiagaan terhadap potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi hal yang sangat krusial, terutama di wilayah yang diprediksi mengalami musim kemarau dengan sifat normal hingga lebih kering dari biasanya.