
PT Gag Nikel menjadi satu dari beberapa perusahaan tambang di Raja Ampat, Papua Barat Daya yang izin usaha pertambangannya (IUP) tidak dicabut.
Pemerintah hanya mencabut IUP empat perusahaan yakni PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), dan PT Nurham.
Pengamat Energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, menilai keputusan tersebut justru bisa menjadi ‘kerikil’ bagi Presiden Prabowo Subianto.
“Tidak dicabutnya izin PT GAG yang telah melanggar Undang-Undang akan menjadi batu kerikil dalam sepatu Prabowo,” ungkap Fahmy dalam keterangannya, Kamis (12/6/2025).
“Pada saat Prabowo akan menertibkan perusahaan tambang di pulau-pulau kecil lainnya yang saat ini ada sebanyak 53, perusahaan akan mengalami kesulitan karena dinilai diskriminatif,” imbuh dia.
Dia menuturkan, mulanya publik berpandangan bahwa keempat perusahaan tidak akan ditutup lantaran disinyalir ada pihak tertentu yang melindungi.
Diperkirakan yang akan ditutup hanya PT Gag, sub-holding BUMN PT Antam, lantaran saat itu operasinya dihentikan sementara oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.
Namun, presiden memutuskan mencabut IUP empat perusahaan tambang nikel di Raja Ampat dan mengecualikan PT Gag Nikel.
“Pemerintah ternyata justru mencabut IUP keempat perusahaan tersebut, dengan alasan keempat perusahaan itu tidak memiliki Amdal dan melanggar kaidah-kaidah lingkungan hidup,” ucap Fahmy.
Sedangkan PT Gag tetap dizinkan beroperasi karena memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dan sudah memenuhi kaidah-kaidah lingkungan hidup yang dipersyaratkan.
Pertimbangan lainnya ialah PT Gag Nikel berada sekitar 40 kilometer di luar garis Geopark Raja Ampat. Fahmy menyatakan, PT Gag Nikel sesungguhnya melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
“UU ini dengan tegas mendefinisikan bahwa pulau kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 kilometer beserta kesatuan ekosistemnya. Sedangkan Pulau Gag memiliki luas 6.000 hektare yang setara 60 kilometer,” jelas dia.
Apabila pemerintah tidak menertibkan tambang di pulau-pulau kecil, maka aktivitas perusahaan berpotensi menenggelamkan kawasan tersebut. Karenanya, Fahmy mendesak agar pemerintah meninjau ulang keputusan tidak mencabut izin PT Gag yang menambang pulau kecil.
“Seharusnya, tidak boleh ada satu pun perusahaan yang menambang di seluruh wilayah Raja Ampat, yang ditetapkan sebagai destinasi wisata,” ucap Fahmy.
Perusahaan Buka Suara
Sementara itu, PT Gag Nikel menyatakan kesiapannya menjalankan operasional tambang yang sesuai dengan seluruh mandat pemerintah, dengan fokus pada penerapan prinsip keberlanjutan di kawasan timur Indonesia.
“Kami siap mematuhi seluruh mandat pemerintah, memperketat standar lingkungan, serta mendukung upaya restorasi ekosistem laut. Sinergi antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat adalah kunci keberhasilan pertambangan berkelanjutan di Indonesia Timur,” ujar Plt Presiden Direktur PT Gag Nikel, Arya Aditya.
Arya menegaskan, sejak memulai produksi perdana pada 2018, perusahaan telah beroperasi berdasarkan dokumen Amdal resmi dan terus berada di bawah pengawasan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kala itu.
Pihaknya turut menanam puluhan ribu bibit tanaman endemik di lebih dari 130 hektare lahan bekas tambang. Selain itu, PT Gag Nikel juga melakukan pemantauan berkala terhadap kualitas air dan keanekaragaman hayati di wilayah operasinya.