
militer di seluruh dunia, terutama yang direncanakan oleh NATO, dapat secara drastis meningkatkan emisi gas rumah kaca hingga hampir 200 juta ton per tahun.
Ini menjadi ancaman serius bagi upaya global dalam mengatasi perubahan iklim.
Situasi global yang tegang di mana jumlah konflik bersenjata mencapai puncaknya sejak Perang Dunia Kedua, telah mendorong negara-negara untuk meningkatkan belanja militer mereka secara drastis hingga mencapai rekor 2.46 triliun dollar AS pada tahun 2023.
Namun setiap dollar yang diinvestasikan untuk belanja militer yang besar ini ternyata berdampak dalam menambah emisi gas rumah kaca sekaligus juga jumlah korban jiwa akibat konflik bersenjata.
“Ada kekhawatiran nyata seputar cara kita memprioritaskan keamanan jangka pendek dan mengorbankan keamanan jangka panjang,” kata Ellie Kinney, seorang peneliti di Conflict and Environment Observatory dan salah satu penulis studi ini.
“Pendekatan yang tidak mempertimbangkan dampak lingkungan jangka panjang dalam investasi militer ini justru memperparah krisis iklim di masa depan,” katanya lagi seperti dikutip dari Guardian, Sabtu (31/5/2025).
Padahal peningkatan emisi gas rumah kaca akibat belanja militer dapat menyebabkan lebih banyak kekerasan di masa depan, karena perubahan iklim itu sendiri semakin dianggap sebagai pendorong konflik, meskipun secara tidak langsung.
Misalnya saja melalui kelangkaan sumber daya di Darfur, atau melalui perebutan sumber daya baru yang kini dapat diakses karena perubahan iklim, seperti di Arktik.
Hanya sedikit militer yang transparan tentang skala penggunaan bahan bakar fosil mereka, tetapi para peneliti telah memperkirakan bahwa secara kolektif sektor ini telah bertanggung jawab atas 5,5 persen emisi gas rumah kaca global.
Total pengeluaran militer global juga diperkirakan akan terus naik karena meningkatnya ketegangan di berbagai wilayah, termasuk karena aksi Amerika Serikat memberikan tekanan kepada sekutu NATO-nya untuk meningkatkan anggaran pertahanan mereka secara signifikan
Laporan Global Peace Index menunjukkan bahwa pada 2023 militerisasi meningkat di 108 negara.
Sebanyak 92 negara terlibat dalam konflik bersenjata seperti Ukraina, Gaza, Sudan Selatan, dan Republik Demokratik Kongo (DRC).
Di tambah lagi ketegangan geopolitik antara kekuatan besar seperti AS-Tiongkok dan India-Pakistan, yang semuanya membuat pemerintah merasa perlu untuk berinvestasi besar-besaran dalam pertahanan militer mereka.
Tren peningkatan belanja militer di terlihat negara Uni Eropa yang meningkat secara dramatis, yaitu lebih dari 30 persen antara tahun 2021 dan 2024, sebuah fakta yang dilaporkan oleh International Institute for Strategic Studies.
Militer adalah salah satu sektor paling padat karbon dalam fungsi negara, terutama karena produksi peralatannya yang sangat bergantung pada bahan-bahan seperti baja dan aluminium yang proses pembuatannya sangat tinggi emisi.