KUBET – Industri Sumbang 34 Persen Emisi, CSP Dorong Dekarbonisasi

Arif Utomo, perwakilan World Resources Institute (WRI) dalam Climate Solutions Partnership (CSP), saat menjadi pembicara dalam sesi pembekalan jurnalis yang digelar CSP di Jakarta Selatan, Selasa (27/5/2025).

Lihat Foto

dekarbonisasi sektor industri dinilai penting untuk menjaga kestabilan suhu bumi.

Hal itu disampaikan Arif Utomo, perwakilan World Resources Institute (WRI), dalam Climate Solutions Partnership (CSP), saat menjadi pembicara dalam sesi pembekalan jurnalis yang digelar CSP di Jakarta Selatan, Selasa (27/5/2025).

Menurut Arif, dampak krisis iklim saat ini sudah sangat nyata. Sejak era industrialisasi global dimulai sekitar tahun 1970, suhu bumi terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2020, kenaikan suhu global telah menyentuh angka 1,5 derajat Celcius.

“Kenaikan suhu yang melebihi 1,5 derajat Celcius akan menyebabkan banyak sekali bencana alam yang sebelumnya belum pernah terjadi,” kata Arif.

Lebih lanjut, Arif mengatakan, bencana iklim ini bisa berupa banjir besar, kekeringan panjang, kebakaran hutan, badai, hingga longsor dengan intensitas yang jauh lebih ekstrem.

Situasi inilah, menurut Arif, yang kemudian mendorong lahirnya Kesepakatan Paris (Paris Agreement) yang menargetkan suhu bumi tidak melebihi ambang batas 1,5 derajat Celcius. Salah satu strategi untuk mencapainya adalah dengan mengurangi emisi dari sektor industri.

Arif menyebutkan bahwa angka 34 persen hanyalah emisi langsung (direct emission). Jika dihitung secara keseluruhan—mulai dari konsumsi energi, proses manufaktur, hingga pengolahan limbah—emisi dari sektor industri bahkan bisa mencapai 74,5 persen.

Untuk mendorong dekarbonisasi industri, CSP merancang tiga pendekatan. Pertama, meningkatkan ambisi sektor swasta dalam menurunkan emisi.

“Langkah pertama, kami menaikkan ambisi private sector untuk mengurangi emisi,” ujar Arif.

Menurutnya, pendekatan ini dilakukan dengan mengkomunikasikan transisi energi bukan hanya dari sisi manfaatnya bagi lingkungan, tetapi juga potensi keuntungan jangka panjang bagi para pelaku usaha.

Salah satu contoh implementasinya adalah kerja sama dengan Angkasa Pura, perusahaan BUMN yang mengelola bandara di Indonesia. CSP memberi strategi yang langsung dapat diterapkan untuk membantu perusahaan itu bergerak menuju target net zero.

Langkah kedua adalah mendemonstrasikan bagaimana proses transisi energi dapat dijalankan oleh sektor usaha. Dalam pendekatan ini, CSP bekerja sama dengan merek fesyen H&M dan mitra pemasoknya, Kahatex.

“Kami mendemonstrasikan kepada mereka bagaimana mengganti konsumsi batu bara dengan biomassa berbasis sampah agrikultural sebagai sumber energi produksi,” jelas Arif.

Upaya ini, menurutnya, masih terus diterapkan oleh Kahatex hingga saat ini.

Pendekatan ketiga adalah membuka peluang bisnis rendah karbon dan memperkuat akses terhadap pendanaan yang mendukung transisi energi.

Posted in Tak Berkategori

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *