
El Nino yang terjadi pada musim kemarau tahun ini dapat memicu krisis air bersih di sejumlah wilayah, termasuk Jakarta.
Oleh karenanya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi DKI Jakarta menyiapkan serangkaian langkah preventif. Kepala Pelaksana BPBD DKI Jakarta, Isnawa Adji, menyampaikan pihaknya akan melakukan mitigasi yang difokuskan pada penanganan kekeringan terutama distribusi air bersih.
“Kami terus memperkuat koordinasi dengan instansi terkait seperti PAM Jaya, Dinas Sumber Daya Air, Baznas, serta stakeholder lainnya untuk memastikan pasokan air bersih tetap tersedia dan tepat sasaran,” kata Isnawa dalam keterangannya, Rabu (16/4/2025).
Selain itu, BPBD juga intensif mengedukasi publik melalui berbagai kanal komunikasi. Meski Jakarta tidak memiliki hutan atau lahan yang rawan kebakaran, potensi kebakaran di kawasan padat penduduk tetap menjadi perhatian.
“Kebakaran permukiman bisa terjadi karena kelalaian, seperti membakar sampah sembarangan atau korsleting listrik. Kami meminta warga untuk lebih waspada dan rutin memeriksa instalasi listrik di rumah,” jelas Isnawa.
Sejauh ini, BPBD DKI Jakarta mengaktifkan posko siaga bencana dari tingkat kelurahan hingga provinsi. Personel gabungan dari berbagai instansi dimerahka untuk memantau kondisi di lapangan, menangani potensi bencana, serta menyalurkan logistik ke lokasi terdampak jika dibutuhkan.
Isnawa meminta agar masyarakat memantau informasi cuaca dari kanal resmi BPBD maupun BMKG, serta tidak ragu melapor jika menemukan potensi bahaya atau bencana melalui Hotline Jakarta Siaga 112.
“Kesiapsiagaan ini diharapkan menjadi bagian dari upaya kolektif membangun ketangguhan masyarakat Jakarta dalam menghadapi perubahan iklim dan cuaca ekstrem,” tutur dia.
Sementara itu, Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menyampaikan awal musim kemarau 2025 dimulai sejak April dan berlangsung secara bertahap di berbagai wilayah. Musim kemarau tahun ini diprediksi berlangsung lebih singkat dari biasanya, begitu pula fenomena El Nino.
“Pada April 2025 sebanyak 115 zona musim akan memasuki musim kemarau. Jumlah ini akan meningkat pada Mei dan Juni, seiring meluasnya wilayah yang terdampak, termasuk sebagian besar wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Papua,” papar Dwikorita.
Menurut dia, fenomena iklim global seperti El Nino-Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD) saat ini berada dalam fase netral. Artinya, tidak adanya gangguan iklim besar dari Samudra Pasifik maupun Samudra Hindia hingga semester II tahun 2025.
Namun, suhu muka laut di wilayah Indonesia cenderung lebih hangat dari normalnya dan diperkirakan bertahan hingga September. Kondisi itu dapat memengaruhi cuaca lokal di Indonesia. Dwikorita menyebut, puncak musim kemarau akan terjadi pada Juni-Agustus 2025.
Jawa bagian tengah hingga timur, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, dan Maluku diperkirakan mengalami puncak kekeringan pada Agustus.
“Durasi kemarau diprediksi lebih pendek dari biasanya di sebagian besar wilayah, meskipun terdapat 26 persen wilayah yang akan mengalami musim kemarau lebih panjang, terutama di sebagian Sumatera dan Kalimantan,” ucap Dwikorita.