KUBET – Interupsi untuk Pertambangan: Pembangunanisme Vs “Wahabi Lingkungan”

Limbah nikel di sebuah kawasan tambang di Konawe Utara mencemari laut.

Lihat Foto

Das ding an sich) kata ini memiliki dan memuat hasrat serta tujuan mulia, yaitu membangun, mendirikan, menegakkan, dan memperbaiki situasi dan kondisi.

Pendek kata, pembangunan adalah hal yang positif sebelum berkorespondensi dengan kenyataan sosial dan ekologis di lapangan.

Di kemudian hari, paham tentang pembangunan, yakni pembangunanisme atau developmentalism diidentikkan dengan gagasan kemajuan–setidaknya begitu jika mengacu pada modernitas dan modernisme.

Pembangunan tak pelak dianggap sebagai kemodernan, dan tak ada modernitas tanpa aktivitas pembangunan di dalamnya.

Bjorn Hettne dalam “Teori Pembangunan dan Tiga Dunia” (1990) menyatakan pembangunan adalah salah satu gagasan yang tertua dan terkuat dari semua gagasan Barat (baca: Eropa).

Björn Hettne adalah Profesor Emeritus Sejarah Ekonomi di Universitas Gothenburg yang menulis tentang Ekonomi Politik Internasional, Regionalisme (Asia Selatan, Eropa), serta Teori Pembangunan dan Konflik.

Unsur utama pembangunan, lanjut Hettne, tak lain metafora pertumbuhan. Pembangunan sesuai dengan metafora ini dipahami sebagai organisme, imanen, terarah, kumulatif, dan bertujuan.

Dalam perspektif ini, bisa dimengerti jika Ketua PBNU Ulil Abshar Abdalla dalam “Rosi” di Kompas TV, 12 Juni 2025, menyebut penambangan adalah kegiatan yang dibolehkan dan bermanfaat. Yang tidak boleh, menurut Ulil, adalah “bad mining”.

Pernyataan Ulil itu merespons kecenderungan sebagian kalangan yang melarang sama sekali aktvitas penambangan–dalam konteks ini ia merujuk pada lawan debatnya di acara “Rosi”, Iqbal Damanik, juru kampanye hutan dari Greenpeace yang gencar menyuarakan #SaveRajaAmpat di media sosial.

Ulil menyebut mereka yang melarang sama sekali secara ekstrem kegiatan penambangan (mining) sebagai “Wahabi Lingkungan”.

Stempel Wahabi ini merujuk atau mengadopsi secara longgar pada aliran atau paham dalam Islam yang cenderung puritan, sangat berobsesi pada kemurnian serta keras dan sangat bertopang pada teks.

Publik yang mengetahui latar belakang Ulil sebagai tokoh utama Jaringan Islam Liberal (JIL) sekian tahun silam, mungkin tidak akan kaget dengan istilah tadi.

Buat saya, dalam debat dengan aktivis Greenpeace itu, Ulil memperlakukan acara “Rosi” sebagai ruang publik sekaligus ruang akademis. Dan karena itu, stempel atau label tadi bukan hal utama dan pokok.

Yang utama, pokok dan penting justru argumentasi yang dilontarkan Ulil.

Jika kegiatan menambang nikel, termasuk di Raja Ampat, Papua Barat Daya itu dibaca lewat bingkai “pembangunanisme”, hal itu lumrah, bahkan niscaya.

Ilustrasi kawasan tambang nikel di Sulawesi. Pemerintah Indonesia berambisi menjadi pemain utama industri nikel, khususnya electric vehicle (EV). Namun ternyata masih banyak yang harus dipenuhi, mulai dari regulasi hingga roadmap rantai pasok hulu dan hilir.Dok. Walhi Sulawesi Tengah Ilustrasi kawasan tambang nikel di Sulawesi. Pemerintah Indonesia berambisi menjadi pemain utama industri nikel, khususnya electric vehicle (EV). Namun ternyata masih banyak yang harus dipenuhi, mulai dari regulasi hingga roadmap rantai pasok hulu dan hilir.

Terlebih di baliknya terselip agenda memanfaatkan sumber daya mineral untuk kemakmuran masyarakat.

PT Gag Nikel, yang IUP-nya atau izin usaha pertambangan tidak dicabut, contohnya menghasilkan sedikitnya tiga juta ton nikel.

Itu kue ekonomi yang terlampau besar tatkala nikel menjadi primadona baru seiring gencarnya industri kendaraan listrik. Kapital yang besar menyanggah pertumbuhan ekonomi–dan ini tak mungkin ditanggalkan oleh rezim pembangunan.

Posted in Tak Berkategori

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *