
Penambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya baru-baru ini menjadi sorotan lantaran dinilai merusak lingkungan. Pasalnya, penambangan dilakukan di pulau kecil termasuk Pulau Gag, Pulau Manuran, Pulau Kawei, Pulau Manyaifun, dan Pulau Batang Pele.
Dosen Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (UI), Mahawan Karuniasa, mengatakan bahwa penambangan nikel di Pulau Gag sesungguhnya telah berlangsung puluhan tahun lalu. Altivitas tambang sempat dilarang, kemudian diperbolehkan kembali oleh pemerintah.
“Kalau pandangan saya mengenai penambangan di pulau kecil, harus ditetapkan oleh pemerintah, swasta, akademisi maupun pemerhati dari NGO, untuk menyepakati di pulau ukuran minimal berapa kalau penambangan misalkan nikel berarti pulau ukuran minimalnya berapa,” ungkap Mahawan saat dihubungi, Senin (9/6/2025).
Terlebih, Pulau Gag hanya memiliki luas kurang dari 100 kilometer persegi. Mahawan menyebut, eksplorasi tambang di pulau kecil berpotensi menyebabkan pembukaan lahan yang melebihi batas wilayah.
“Jadi harus ada ketegasan dari pemerintah mengenai syarat luas minimal suatu pulau jika mengandung nikel, untuk memperbolehkan penambangan di satu pulau kecil, harus ada syarat minimal ukuran pulau kecilnya,” tutur dia.
Hal lain yang perlu diperhatikan ialah pengolahan limbah tambang yang mengedepankan aspek lingkungan. Mahawan menjelaskan, nilai kerugian akibat tambang harus dihitung berdasarkan dampak yang ditimbulkan.
Tambang yang tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan terganggunya ekosistem mangrove, padang lamun, dan perairan pesisir lainnya yang menjadi habitat bagi berbagai jenis ikan.
“Ikan akan ke tempat mangrove yang lain karena ada gangguan, nah itu yang bisa dihitung. Tetapi secara umum kalau kita bicara ekonomi lautan kita kontribusinya di PDB kurang lebih 2 persen, tetapi ini kan kita bicara di wilayah lokal,” ucap Mahawan.
“Intinya jangan sampai masyarakat harus pindah, khususnya nelayan pindah mencari ikan karena ikan-ikan disitu terganggu, sehingga fishing groundnya berpindah karena dampak dari aktivitas,” imbuh dia.
Diberitakan sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) tengah mendalami kerusakan lingkungan yang disebabkan empat perusahaan nikel di Raja Ampat yakni PT Gag Nikel (PT GN) di Pulau Gag, PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP) di Pulau Manuran, PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM) di Pulau Kawei, serta PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) di Pulau Manyaifun dan Pulau Batang Pele.
Menteri LH, Hanif Faisol Nurofiq, menyebut pihaknya telah menyegel perusahaan tambang itu.
“Ini sudah dikasih juga papan penyegelan oleh dari teman-teman Penegakan Hukum. Jadi ini agak serius kondisi lingkungannya untuk Pulau Manuran penambangan nikel yang dilakukan selain pulau kecil kegiatan penambangnya kurang hati-hati,” ungkap Hanif dalam keterangannya.
Sementara ini, KLH tengah mengambil sampel dari lokasi penambangan. KLH pun meminta keterangan ahli soal kerugian maupun kerusakan lingkungan yang diakibatkan dari penambangan di Raja Ampat. Hanif menyatakan dibutuhkan waktu sekitar dua bulan untuk mengambil tindakan lebih lanjut terkait pelanggaran perusahaan.