KUBET – KKP Tangkap 2 Kapal Ikan Ilegal, Selamatkan Kerugian Rp 50,4 M

Kapal ilegal di perairan Papua

Lihat Foto

pencurian ikan di wilayah perairan Samudera Pasifik, utara Papua. 

Dua kapal yang diamankan adalah FB TWIN J-04, kapal penangkap ikan bermuatan sekitar 10 kilogram cakalang dan diawaki 25 orang, serta FB YANREYD-293, kapal pengangkut yang membawa sekitar 5 ton hasil tangkapan dan diawaki 7 orang. Keduanya beroperasi tanpa izin resmi dari pemerintah Indonesia.

Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Pung Nugroho Saksono, yang akrab disapa Ipunk, menegaskan dampak serius dari praktik pencurian ikan terhadap ekosistem dan ekonomi nasional.

“Dari hasil operasi ini, kerugian negara yang bisa diselamatkan sebesar Rp50,4 miliar,” ujarnya, sebagaimana dikutip dari keterangan resminya pada Sabtu (10/5/2025).

Tim pengawas KKP melakukan penangkapan saat patroli rutin di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI). Dari hasil pemeriksaan, seluruh awak kapal diketahui berkewarganegaraan Filipina dan menggunakan alat tangkap purse seine berukuran besar — jenis alat yang sangat produktif namun rawan merusak ekosistem laut.

Menurut Ipunk, penggunaan alat tersebut mengancam keberlanjutan karena kerap menangkap ikan ukuran kecil, termasuk bayi tuna. Hal ini dinilai membahayakan regenerasi populasi ikan seperti tuna, tongkol, dan cakalang (TTC) di laut Indonesia.

Direktur Pengendalian Operasi Armada Ditjen PSDKP, Saiful Umam, mengungkapkan modus yang digunakan para pelaku adalah keluar-masuk wilayah perbatasan secara ilegal dan menghindari petugas dengan taktik “tabrak lari” — sebuah pola yang telah berlangsung lama dan menyulitkan penegakan hukum di laut.

Kini kasus tersebut diproses oleh penyidik perikanan di Stasiun PSDKP Biak. Kepala stasiun, Mochamad Erwin, menyebutkan bahwa nakhoda kapal akan dijadikan tersangka dan dikenai ancaman pidana:

“Ancaman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp30 miliar,” ujarnya.

Para pelaku dijerat dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja, yang mempertegas sanksi bagi aktivitas perikanan ilegal di wilayah Indonesia.

Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, menyatakan bahwa penangkapan ini merupakan langkah nyata dalam implementasi kebijakan Ekonomi Biru yang menekankan pengelolaan laut secara berkelanjutan.

“Melalui pendekatan ini, kami tidak hanya menindak pencurian ikan, tapi juga menjaga ekosistem laut dan memastikan nelayan lokal bisa terus mendapatkan manfaat secara berkelanjutan,” tegas Menteri Trenggono.

Sebagai catatan, ini merupakan penangkapan kedua dalam dua bulan terakhir, setelah sebelumnya pada April 2025 KKP juga menggagalkan aksi satu kapal ikan ilegal di Laut Sulawesi.

KUBET – Picu Banjir dan Longsor, 12 Perusahaan di Bogor Dipaksa Bongkar Properti

Deputi Bidang Penegakan Hukum (Gakkum) KLH, Rizal Irawan, menjelaskan soal sanksi terhadap perusahaan yang melanggar izin lingkungan, Jumat (9/5/2025).

Lihat Foto

Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), mendesak 12 perusahaan dan satu perusahaan pribadi membongkar properti milik mereka di kawasan puncak, Bogor.

Tenant ini merupakan kerja sama operasi (KSO) dengan PT Perkebunan Nusantara atau PTPN 1 regional 2.

Deputi Bidang Penegakan Hukum (Gakkum) KLH, Rizal Irawan, mengatakan sanksi dilakukan lantaran bangunan tersebut memicu banjir dan longsor yang terjadi pada awal 2025 lalu.

“Kami memberikan waktu 30 hari untuk beberapa tenant melakukan pembongkaran secara mandiri. 13 tenant yang KSO dengan PTPN I regional 2 harus membongkar (propertinya),” ujar Rizal dalam konferensi pers di Manggala Wanabakti, Jakarta Pusat, Jumat (9/5/2025).

Perusahaan itu antara lain CV Mega Karya Anugrah, PT Banyu Agung Perkasa, CV Sakawayana Sakti, PT Farm nature and Rainbow, PT Panorama Haruman Sentosa, PT Prabu Sinar Abadi, PT Tiara Agro Jaya, PT Taman Safari Indonesia, PT Pelangi Asset International, CV Al Ataar, PT Bobobox Aset Manajemen, CV Regi Putra Mandiri, dan properti milik Juan Felix Tampubolon.

Selain itu, pemilik properti juga diwajibkan memulihkan kembali ekosistem dalam waktu 180 hari dengan menanam pohon di area yang dibangun. Apabila tidak membongkar secara mandiri, maka pihaknya tak segan menempuh jalur hukum.

“Paksaan pemerintah wajib dilaksanakan terhitung sejak tanggal diterima keputusan, dalam hal paksaan pemerintah tidak dilaksanakan maka penanggung jawab usaha atau kegiatan diancam pemberatan sanksi hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” jelasnya.

Menurut Rizal, ada 33 tenant yang menjalin KSO dengan PTPN I regional 2. Sembilan perusahaan di antaranya masih menunggu pencabutan persetujuan lingkungan (perling).

Sedangkan 11 perusahaan tidak disanksi karena belum melakukan kegiatan di kawasan tersebut.

Rizal menyampaikan, berdasarkan kajian lahan itu tidak diperuntukkan bagi kegiatan usaha. Paksaan pemerintah juga dikeluarkan lantaran penggunaan lahan melebihi yang diizinkan, dari 160 hektare menjadi 350 hektare.

“Ada tambahan kegiatan, dampaknya adalah mengurangi kemampuan tanah untuk menyerap air hujan. Sehingga menyebabkan banjir, hilangnya tutupan vegetasi dan tanaman lindung,” papar Rizal.

“Bukaan lahan di kawasan tersebut menyebabkan hilangnya tutupan vegetasi dan terganggunya fungsi hidrologis, ini berdasarkan kajian para ahli,” imbuh dia.

KUBET – Royalti Minerba Naik, Pemerintah Diminta Percepat Transisi Energi

Ilustrasi transisi energi

Lihat Foto

royalti minerba semestinya dimanfaatkan secara strategis untuk mendukung transisi energi.

Pernyataan ini disampaikannya menanggapi keputusan pemerintah yang menaikkan tarif royalti mineral dan batu bara melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18/2025 dan PP Nomor 19/2025 pada Jumat (9/5/2025).

Kenaikan tarif ini diperkirakan akan meningkatkan pendapatan negara. Namun menurut Ayubi, dana tambahan tersebut tidak boleh sekadar menjadi pemasukan fiskal, melainkan harus diarahkan secara terukur untuk mempercepat transisi energi yang berkeadilan dan berkelanjutan.

“Kenaikan royalti jangan hanya dipandang sebagai tambahan pendapatan negara, tetapi harus menjadi momentum perbaikan tata kelola industri ekstraktif dalam mengakselerasi transisi energi,” ujar Al Ayubi dalam keterangan resminya.

Ia menekankan pentingnya pengalokasian dana secara jelas untuk pembangunan sektor energi hijau, baik dalam bentuk subsidi energi terbarukan maupun insentif bagi investasi ramah lingkungan.

Urgensi ini muncul karena dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024, pemerintah baru mengalokasikan sekitar Rp34,2 triliun per tahun untuk energi terbarukan, masih jauh dari kebutuhan riil yang mencapai Rp148,3 triliun per tahun.

Akibatnya, target bauran energi nasional dan komitmen pengurangan emisi dalam Nationally Determined Contributions (NDC) terus menghadapi kendala.

Data dari Institute for Essential Services Reform (IESR) menunjukkan bahwa pada periode 2019–2021, investasi swasta masih didominasi energi fosil dengan porsi 73,4 persen, sedangkan energi terbarukan hanya mendapat 26,6 persen.

Menurut Ayubi, kesenjangan pendanaan ini menjadi penghambat utama bagi transisi energi di Indonesia.

“Oleh karena itu, adanya dana tambahan dari kenaikan royalti minerba harus segera dialokasikan untuk menutup celah pendanaan energi terbarukan,” tegasnya.

Senada dengan Ayubi, Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Aryanto Nugroho, menekankan bahwa kebijakan royalti semestinya menjadi instrumen strategis untuk mengurangi ketergantungan terhadap batu bara.

“Dana ini harus digunakan untuk mengurangi produksi batu bara dan penghentian operasional PLTU pada jaringan listrik PT PLN (Persero) maupun yang dibangun khusus untuk kebutuhan tertentu (PLTU Captive), seperti di kawasan hilirisasi mineral,” ujar Aryanto.

Pasalnya, RPJMN 2025–2029 masih mematok produksi batu bara sebesar 700 juta ton per tahun, jauh melampaui batas aman yang ditetapkan dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), yakni 400 juta ton.

Karena itu, Aryanto menilai bahwa kenaikan royalti seharusnya menjadi instrumen korektif dalam tata kelola sektor energi, agar manfaatnya benar-benar dirasakan masyarakat, terutama yang terdampak langsung oleh industri ekstraktif.

“Pemerintah sebaiknya tidak mengalokasikan tambahan pendapatan dari kenaikan royalti untuk proyek hilirisasi lainnya yang terbukti tidak ekonomis dan tidak ramah lingkungan,” tegas Aryanto.

Sebagai informasi, dalam kebijakan terbaru ini pemerintah menerapkan tarif royalti progresif untuk mineral seperti nikel—dari tarif tunggal 10 persen menjadi 14–19 persen, menyesuaikan Harga Mineral Acuan (HMA).

Sementara itu, untuk batu bara, penyesuaian dilakukan berdasarkan jenis izin, royalti untuk Izin Usaha Pertambangan (IUP) naik, sedangkan untuk Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) justru turun.

KUBET – India Rilis Taksonomi Keuangan Iklim, Incar Investasi Rp 40.000 T

Bendera India

Lihat Foto

Inisiatif ini menjadi bagian dari strategi India mencapai Net Zero Emission 2070 serta pengurangan intensitas emisi sebesar 45 persen pada 2030.

Taksonomi ini dirancang untuk mengidentifikasi kegiatan ekonomi berkelanjutan yang sejalan dengan target iklim nasional dan memudahkan aliran modal menuju transisi energi bersih.

“Untuk mencapai target iklim 2030, setidaknya diperlukan investasi sebesar 2,5 triliun dolar AS,” tulis Kementerian Keuangan India dalam keterangan yang dikutip dari ESG Today, Sabtu (10/5/2025).

Dalam pernyataan resminya, pemerintah juga menegaskan bahwa taksonomi ini akan mendukung mobilisasi dana menuju aktivitas dan teknologi rendah karbon.

“Hal ini memungkinkan India mencapai visi Net Zero Emission 2070, sekaligus menjamin akses energi yang terjangkau dan andal dalam jangka panjang,” lanjut pernyataan tersebut.

India bergabung dengan sejumlah negara seperti Uni Eropa, Inggris, Singapura, Kanada, dan Australia yang telah mengembangkan sistem klasifikasi aktivitas ekonomi hijau serupa.

Draf Taksonomi India membagi kegiatan ekonomi dalam dua kategori:

  • Kategori Mendukung Iklim: mencakup aktivitas yang secara langsung berkontribusi pada mitigasi atau adaptasi perubahan iklim, termasuk riset dan pengembangan.
  • Kategori Mendukung Transisi: mencakup proyek yang belum sepenuhnya bebas emisi, tetapi mampu meningkatkan efisiensi energi dan menurunkan emisi, khususnya di sektor padat karbon.

Fokus awal akan diberikan pada industri beremisi tinggi seperti besi, baja, dan semen, serta sektor dengan potensi adaptasi tinggi seperti kelistrikan, transportasi, bangunan, pertanian, dan ketahanan air.

Kerangka ini juga memuat prinsip, pendekatan, dan alasan klasifikasi, disertai lampiran sektoral berisi daftar aktivitas hijau dan transisi.

Pemerintah India membuka ruang konsultasi publik untuk draf tersebut hingga 25 Juni 2025.

KUBET – Menhut Dorong Hilirisasi Berkelanjutan pada UMKM Kayu

Menteri Kehutanan RI Raja Juli Antoni (topi hijau), didampingi Wakil Gubernur DIY Paku Alam X, Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Veronica Tan, dan Duta Besar Inggris untuk Indonesia, ASEAN, dan Timor Leste. Dominic Jermey, di RPH Karangmojo, Gunungkidul. Selasa (6/5/2025)

Lihat Foto

Raja Juli Antoni menyoroti pentingnya hilirisasi produk kayu rakyat yang berbasis usaha kecil dan menengah, terutama yang memberi manfaat langsung pada masyarakat dan lingkungan.

Hal ini ia sampaikan saat meninjau produksi CV Tunas Jaya Abadi (TJA) di Bantul, Yogyakarta, Rabu (7/5/2025).

CV TJA merupakan pelaku UMKM yang memproduksi kotak makan berbahan kayu sengon dari Areal Penggunaan Lain (APL). Produk ini menjadi alternatif ramah lingkungan dibanding kemasan plastik dan styrofoam yang sulit terurai.

“Hilirisasi itu memang seharusnya seperti ini, menunjukkan bagaimana industri kecil bisa menciptakan nilai tambah, membuka lapangan kerja, dan berkontribusi pada keberlanjutan,” ujar Raja Juli dalam keterangan resmi, Jumat (9/5/2025).

Model bisnis TJA tak hanya menyasar pengurangan plastik. Limbah kayu hasil produksinya juga dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif untuk program co-firing di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), menjadikannya bagian dari ekonomi sirkular yang semakin relevan dalam transisi energi.

Di sisi sosial, lebih dari 80 pekerja di CV TJA adalah perempuan, sebagian besar ibu rumah tangga yang terlibat dalam tahap akhir produksi di rumah masing-masing. Pemberdayaan ini memperkuat dimensi inklusi sosial dari praktik bisnis berbasis sumber daya hutan.

Dengan kapasitas produksi mencapai 3.100 meter kubik per tahun, perusahaan ini mengekspor sekitar 11 juta unit kotak makan ke Taiwan setiap tahunnya, dengan nilai ekspor mencapai 594.000 Dollar AS.

Selain itu, seluruh produk pun telah mengantongi sertifikasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), memperkuat legitimasi ekspor dari sisi tata kelola hutan lestari.

Dalam kunjungannya ini, Kementerian Kehutanan mendorong kerja sama lintas lembaga untuk memperluas pasar domestik.

Salah satu usulan adalah menjajaki kemitraan dengan PT KAI dan Garuda Indonesia agar produk kayu rakyat digunakan dalam layanan makanan.

Menurut Raja Juli, inisiatif seperti ini menunjukkan bahwa keberlanjutan di sektor kehutanan tidak lagi sebatas konservasi hutan, tetapi menyangkut transformasi ekonomi melalui inovasi, kolaborasi, dan keberpihakan pada pelaku usaha akar rumput.

KUBET – Hawaii Kenakan Pajak Turis 18 Persen sebagai “Biaya Hijau”

foto hawai

Lihat Foto

Pajak ini disebut sebagai biaya hijau karena ditujukan untuk mengumpulkan dana guna menghadapi dampak krisis iklim dan melindungi lingkungan pulau tersebut.

Kenaikan tersebut mencakup tambahan 0,75 persen terhadap pajak penginapan negara bagian dan pajak baru sebesar 11 persen khusus untuk kapal pesiar, yang dihitung berdasarkan lama waktu berlabuh di pelabuhan Hawaii.

Mulai 1 Januari 2026, tarif ini akan naik menjadi 11 persen. Selain itu, daerah-daerah di Hawaii mengenakan pajak penginapan sebesar 3 persen, ditambah pajak cukai umum sebesar 4,71 persen yang berlaku untuk hampir semua barang dan jasa.

Gubernur Josh Green menyambut baik langkah ini dan diperkirakan akan segera menandatangani undang-undang tersebut.

“Ini adalah komitmen lintas generasi untuk melindungi tanah kita. Hawaii sedang menetapkan standar baru dalam menghadapi krisis iklim,” ujarnya seperti dikutip dari The Guardian pada Rabu (7/5/2025).

Pemerintah memperkirakan kebijakan ini akan menghasilkan hampir 100 juta dolar AS per tahun.

Dana tersebut akan digunakan untuk proyek-proyek lingkungan, termasuk mengisi kembali pasir pantai Waikiki yang terkikis, promosi sistem bangunan tahan badai, dan pembersihan vegetasi invasif yang menjadi pemicu kebakaran besar di pusat kota Lahaina pada 2023.

Meski mendapatkan dukungan luas dari legislatif, kebijakan ini tidak luput dari kritik. John Pele, Direktur Eksekutif Maui Hotel and Lodging Association misalnya, yang menyatakan kenaikan pajak justru akan membuat Hawaii menjadi destinasi yang terlalu mahal bagi wisatawan.

Menanggapi kekhawatiran tersebut, Gubernur Green menyatakan bahwa kenaikan tersebut tergolong kecil dan diyakini tidak akan terlalu dirasakan oleh wisatawan.

“Banyak pengunjung datang ke sini untuk menikmati keindahan alam kita, mereka akan senang jika harus memberikan sumbangan untuk melindungi pantai dan masyarakat di sekitarnya,” katanya.

Meski demikian, beberapa pihak menekankan pentingnya transparansi dalam penggunaan dana agar wisatawan merasa bahwa kontribusi mereka benar-benar berdampak.

Di sisi lain, Zane Edleman, seorang turis dari Chicago mengatakan bahwa meski biaya tambahan mungkin membuat sebagian orang memilih destinasi lain, transparansi dan hasil nyata dari kebijakan ini dapat menjadi kunci penerimaan publik.

KUBET – Menteri LH Akui Perdagangan Karbon Masih Minim Minat

Menteri LH, Hanif Faisol Nurofiq, menjelaskan soal perdagangan karbon internasional, di Jakarta Selatan, Kamis (8/5/2025).

Lihat Foto

Hanif Faisol Nurofiq, mengakui bahwa perdagangan karbon masih minim diminati secara global. Hal ini terjadi, kendati perdagangan di tingkat regional tinggi.

“Jadi sampai hari ini meskipun kita paling tinggi di tingkat regional perdagangan karbon, tetapi secara overall ya masih kecil. Ini karena memang buyer sudah punya pasar Gold Standard,” kata Hanif saat ditemui di Jakarta Selatan, Kamis (8/5/2025).

Pemerintah, lanjut dia, membangun pasar sendiri sehingga sulit mencari pembeli Sertifikasi Pengurangan Emisi Indonesia (SPEI).

Oleh sebab itu, pihaknya menandatangani Persetujuan Saling Pengakuan atau Mutual Recognition Agreement (MRA) dengan Gold Standard Foundation untuk membuka pasar karbon.

“Salah satunya untuk menembus, membuka pintu yang dalam untuk kegiatan perdagangan karbon,” ucap dia.

Selain itu, saling mengakui upaya pemangkasan karbon melalui SPEI dan Gold Standard for the Global Goals (GS4GG).

Menurut dia, MRA memastikan konsistensi proyek dirancang dan disertifikasi hingga menyediakan kerangka kerja yang jelas untuk mendaftarkan proyek internasional di Indonesia.

“Pada akhirnya meningkatkan transparansi, integritas, dan efektivitas pasar karbon sambil mendukung inisiatif pembangunan berkelanjutan,” tutur Hanif.

Kerja sama ini juga mendukung pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC), yang merupakan komitmen iklim Indonesia. Dia memastikan, MRA bukan sekadar perjanjian semata, melainkan terobosan guna membuka pintu bagi proyek karbon menembus pasar internasional.

“MRA ini akan memberikan fleksibilitas kepada pelaksana aksi mitigasi iklim yang dapat memilih untuk mensertifikasi proyeknya dalam skema GS4GG,” jelas Hanif.

Kredit karbon yang diterbitkan nantinya dikelola dalam sistem registri masing-masing. Sejauh ini, KLH berencana membuka kerja sama MRA dengan negara lain.

“Beberapa saat lagi akan (kerja sama) dengan skema internasional yang lain, Verra dan seterusnya. Beriringan dengan itu kami melakukan MRA dengan berbagai negara,” ungkap Hanif.

“Hari ini kami mendesainkan paling tidak tiga sampai empat negara yang akan melakukan MRA yang sama,” imbuh dia.

Diberitakan sebelumnya, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia, Iman Rachman, mencatat volume perdagangan karbon di Indonesia mencapai 1,59 juta ton dengan nilai transaksi sebesar Rp 77,91 miliar hingga April 2025.

“Total pengguna jasa juga meningkat, pada awal pembukaan dari 16 partisipan menjadi 111 pengguna jasa,” ucap Iman, Senin (28/4/2025).

Bursa karbon resmi dirilis pada Senin (20/1/2024). Sebelum diluncurkan, penjualan mencapai 1 juta tCO2e. Harga karbon yang ditetapkan Rp 96.000 per ton untuk unit berbasis solusi teknologi (IDTBSA), dan Rp 144.000 per ton bagi unit berbasis energi terbarukan (IDTBSA-RE).

Ada lima proyek pengurangan emisi karbon yang sudah diotorisasi Kementerian LH yakni pengoperasian Pembangkit Listrik Baru Berbahan Bakar Gas Bumi PLTGU Priok Blok 4, konversi dari pembangkit single cycle menjadi combined cycle PLTGU Grati Blok 2.

KUBET – UE Bahas Rencana Pelarangan Serat Karbon pada 2029

Ilustrasi EV (Kindel Media/Pexels)

Lihat Foto

UE) tengah menggodok rancangan undang-undang yang melarang penggunaan serat karbon pada 2029 dengan alasan konsekuensi lingkungan.

Serat karbon diketahui banyak digunakan oleh produsen mobil sebagai komponen penting.

Bahan ini sebagian besar digunakan dalam mobil sport dan kendaraan listrik karena ringan, meningkatkan kinerja kendaraan, dan menggunakan lebih sedikit energi.

Dan sekarang, untuk pertama kalinya, UE mengklasifikasikan sebagai bahan berbahaya karena potensi risiko kesehatannya bagi manusia.

Mengutip Know ESG, Kamis (8/5/2025) menurut pembuat kebijakan UE, partikel serat karbon mengiritasi kulit manusia dan dapat terbawa udara, terutama selama daur ulang mobil di akhir masa pakainya.

Amandemen baru ini nantinya akan ditambahkan atau diubah pada Arahan Kendaraan Akhir Masa Pakai.

Itu merupakan peraturan di Eropa yang mengatur apa yang harus dilakukan terhadap kendaraan yang sudah tidak digunakan lagi, termasuk proses daur ulang dan pembuangannya.

Setelah undang-undang ini disetujui dan diberlakukan para produsen kendaraan akan diwajibkan untuk menghilangkan penggunaan serat karbon dari seluruh rangkaian proses pembuatan kendaraan mereka paling lambat pada tahun 2029.

Pengumuman mengenai amandemen penghapusan serat karbon tersebut membuat beberapa pihak merasa khawatir.

Harga saham produsen serat karbon terkemuka Jepang, termasuk Teijin, Toray Industries, dan Mitsubishi Chemical, telah mengalami penurunan yang sangat besar.

Hal ini disebabkan karena mereka memasok sekitar setengah dari kebutuhan serat karbon global, dan produsen mobil Eropa membeli sebagian besar pasokan tersebut dari mereka.

Beberapa merek kendaraan mewah dan listrik terkemuka seperti Ferrari, BMW, Hyundai, Lucid, dan Tesla mungkin juga harus menghadapi tantangan produksi, karena mereka bergantung pada serat karbon untuk kinerja dan efisiensi.

Rancangan undang-undang ini pun kemungkinan akan menghadapi tantangan keras dari sektor otomotif dan kedirgantaraan.

Hal ini mengingat pasar serat karbon sendiri merupakan industri global senilai 5,5 miliar dollar AS pada tahun 2024, dan produsen mobil memiliki pengaruh untuk memengaruhi undang-undang tersebut.

KUBET – Instalasi PLTS Global Diprediksi Tembus 1TW per Tahun di 2030

Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terapung mobile yang dikembangkan oleh para periset di Pusat Riset Konversi dan Konservasi Energi (PRKKE) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Lihat Foto

listrik tenaga surya global mencapai rekor pada tahun 2024.

Pertumbuhan signifikan instalasi global selama tahun 2024 disebut telah mencapai 597 Gigawatt (GW).

Laporan juga memprediksi pemasangan instalasi akan terus terjadi hingga akhir dekade ini dengan kapasitas mencapai 1 Terawatt (TW) tenaga surya per tahun.

Melansir Power Engineering International, Selasa (6/5/2025) China dan India mencatatkan sebagai negara yang memiliki pertumbuhan instalasi pembangkit tenaga surya yang signifikan.

Pada tahun 2024, China menambahkan 329GW kapasitas tenaga surya, yang mencakup 55 persen dari pemasangan global.

Sementara pemasangan di India meningkat lebih dari dua kali lipat pada 2024.

Peningkatan tersebut mencapai sebesar 145 persen yang berarti India menambahkan 30,7GW tenaga surya baru pada 2024. Jumlah tersebut meningkat tajam dari 12,5GW yang dipasang pada 2023.

Menurut SolarPower Europe, India memang memproyeksikan sebagai kekuatan utama dalam transisi energi yang diproyeksikan memiliki pertumbuhan kuat di tahun-tahun mendatang.

Lebih lanjut, pertumbuhan instalasi tenaga surya di Eropa mencapai 40 persen, sedangkan Eropa sebesar 15 persen.

Perlambatan pemasangan pembangkit listrik tenaga surya pada 2024 mengalami penurunan di Timur Tengah dan Afrika, jumlahnya bahkan menurun dari tahun ke tahun.

“Mencapai target global untuk melipatgandakan kapasitas energi terbarukan pada akhir dekade ini dimungkinkan dengan tenaga surya. Kita membutuhkan 1TW tenaga surya setiap tahun hingga tahun 2030 dan kemajuan pembangkit tenaga surya di banyak negara,” kata Sonia Dunlop, CEO di Global Solar Council.

“Itu berarti perlu jaringan, perizinan yang lebih cepat, investasi yang lebih besar di pasar negara berkembang, dan perencanaan tenaga kerja untuk mempersiapkan masa depan,” tambahnya.

Bersamaan dengan laporan tersebut, Global Solar Council menerbitkan beberapa rekomendasi yang membahas distribusi pertumbuhan pasar tenaga surya yang tidak merata.

Dewan tersebut menyarankan agar pasar yang lebih maju fokus pada peningkatan fleksibilitas jaringan listrik, mengadaptasi kerangka kebijakan dengan kebutuhan energi terbarukan yang variabel, memprioritaskan penyimpanan baterai, dan menyederhanakan proses perizinan dan koneksi ke jaringan listrik.

Untuk negara-negara kurang berkembang, Dewan merekomendasikan upaya untuk mengatasi kesenjangan investasi dengan mengembangkan tenaga kerja yang terampil dan menetapkan target yang ambisius untuk tenaga surya dan penyimpanan energi di semua wilayah.

“Melewati batas 2 terawatt lebih dari sekadar tonggak sejarah. Ini adalah bukti bahwa energi surya telah menjadi landasan sistem energi global. Namun, pertumbuhan pesat ini juga membawa tantangan baru. Kita sekarang harus memastikan bahwa regulasi dan investasi dalam infrastruktur energi yang fleksibel dan digital maju dengan cepat,” ungkap Markus Elsaesser, CEO Solar Promotion GmbH.

Laporan Global Market Outlook for Solar Power 2025-2029 ini akhirnya menunjukkan bahwa karena ketidakpastian geopolitik saat ini, tenaga surya dapat terbukti penting untuk menyediakan keamanan energi bagi negara-negara di seluruh dunia.

Namun, ini akan membutuhkan komitmen dari para pembuat kebijakan dan lembaga keuangan untuk memastikan lanskap regulasi dan keuangan dapat mendorong pertumbuhan yang dibutuhkan.

KUBET – BRIN Kembangkan Material Beton Ramah Lingkungan untuk Infrastruktur Pesisir

Warga saat mengendarai sepeda motor melewati samping tanggul laut yang berfungsi menahan air laut masuk di Muara Baru, Jakarta Utara, Rabu (11/8/2021).

Lihat Foto

BRIN) dan PT Semen Indonesia (Persero) atau SIG mengembangkan material beton ramah lingkungan, untuk membangun infrastruktur di kawasan pesisir.

Kepala Organisasi Riset Energi dan Manufaktur BRIN, Cuk Supriyadi Ali Nandar, mengungkapkan pengembangan beton hijau bertujuan untuk efisiensi energi, menurunkan emisi, dan mempertahankan kualitasnya.

“Kami optimistis hasil kerja sama ini akan menjadi kontribusi signifikan terhadap pencapaian target net zero emission Indonesia,” kata Cuk Supriyadi dalam keterangannya, Rabu (7/5/2025).

Dia menilai bahwa kerja sama ini penting lantaran riset dilakukan berdasarkan kebutuhan mitra industri.

Sementara itu, Kepala Pusat Riset Teknologi Hidrodinamika BRIN, Teguh Muttaqie, menjelaskan pengembangan beton ramah lingkungan difokuskan pada pemanfaatan material alternatif non konvensional dan limbah industri seperti slag nikel.

Komposisi beton yang dihasilkan dirancang untuk infrastruktur pelabuhan, tanggul, maupun kawasan pesisir dan lau lainnya.

“Kami akan mengembangkan formulasi baru dalam komposisi beton yang tidak hanya rendah karbon, tetapi juga mendukung prinsip circular economy dengan memanfaatkan limbah industri sebagai bahan campuran,” ujar Teguh.

Beton hijau ini akan menjadi bentuk nyata kontribusi BRIN terhadap pembangunan rendah emisi di sektor infrastruktur,” imbuh dia.

Direktur Utama PT SIG, Donny Arsal, menyampaikan kerja sama dengan BRIN merupakan bagian dari strategi jangka panjang perusahaan dalam menghadirkan inovasi produk yang memiliki nilai tambah dan daya saing tinggi di pasar yang semakin kompetitif. Industri semen, menurut Donny, tidak lagi cukup bertumpu pada produk konvensional.

“Kami telah menurunkan emisi produksi hingga 38 persen, dari 800 kilogram menjadi 500-an kg CO2 per ton. Melalui kolaborasi ini, kami berkomitmen menjaga tren tersebut agar terus berlanjut,” sebut Donny.

Pihaknya turut menekankan inovasi ini merupakan bagian dari peta jalan perusahaan, guna menciptakan solusi konstruksi berkelanjutan.

Produk beton hijau diharapkan dapat diadopsi oleh berbagai pihak, untuk menjawab tantangan urbanisasi, perubahan iklim, ataupun risiko geografis Indonesia.