
BKSDA) Provinsi Maluku menerima sebanyak 25 ekor satwa liar dilindungi hasil translokasi dari Balai KSDA DKI Jakarta.
“Pemindahan ini merupakan bagian dari upaya bersama dalam penyelamatan, rehabilitasi, dan pelepasliaran satwa ke habitat alaminya,” kata Polisi Kehutanan (Polhut) BKSDA Maluku Arga Christyan, di Ambon, Kamis (19/6/2025.
Jenis satwa yang ditranslokasi antara lain Elang Tikus, Kakatua Koki, Kakatua Putih, Kakatua Tanimbar, Kasturi Ternate, Nuri Bayan, serta Nuri Maluku. Satwa-satwa tersebut kini berada di Pusat Konservasi Satwa Kepulauan Maluku (PKS-KM) untuk menjalani masa perawatan sebelum dilepas kembali ke alam bebas.
“Langkah kecil ini adalah bagian dari harapan besar menjaga keberlangsungan hidup satwa liar Indonesia,” ujarnya seperti dikutip Antara.
Proses translokasi ini dilakukan secara bertahap dan terkoordinasi untuk memastikan satwa berada dalam kondisi sehat dan aman selama perjalanan. Selain itu, tahapan rehabilitasi di PKS-KM bertujuan memastikan satwa-satwa tersebut mampu beradaptasi kembali dengan habitat alaminya.
BKSDA Maluku mengapresiasi dukungan berbagai pihak yang terlibat dalam proses pemulangan satwa tersebut, termasuk masyarakat yang secara sukarela menyerahkan satwa peliharaan ilegal demi kelestarian spesies endemik Indonesia Timur.
Langkah ini juga diharapkan menjadi edukasi bagi publik mengenai pentingnya pelestarian satwa liar dan bahaya perdagangan satwa ilegal yang mengancam populasi mereka di alam.
BKSDA Maluku menegaskan bahwa pelestarian satwa dilindungi bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga membutuhkan peran aktif masyarakat untuk tidak memelihara, memperdagangkan, atau merusak habitat alami yang menjadi rumah bagi keanekaragaman hayati Indonesia.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya bahwa, Barangsiapa dengan Sengaja menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi (Pasal 21 ayat (2) huruf a), diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta (Pasal 40 ayat (2)).