
Hidrogen dipandang sebagai alternatif yang menjanjikan. Namun, dampaknya bagi lingkungan belum sepenuhnya terpetakan.
Studi baru yang terbit di Ocean Sustainability menunjukkan untuk pertama kalinya bahwa produksi hidrogen lepas pantai bisa meningkatkan suhu lokal.
Konsekuensinya adalah perubahan stratifikasi laut yang berpotensi mengganggu makhluk hidup yang ada di dalamnya.
Dalam produksi hidrogen lepas pantai, air laut pertama-tama didesalinasi dan dipecah menjadi hidrogen dan oksigen melalui proses yang disebut elektrolisis.
Proses ini menghasilkan panas buangan dan air garam. Menurut teknologi saat ini, keduanya dikembalikan ke laut di dekat permukaan.
Dr. Nils Christiansen dari Hereon Institute of Coastal Systems dan tim membuat pemodelan untuk memetakan dampak proses itu.
Hasil pemodelan kemudian menunjukkan bahwa, dibandingkan dengan air garam, panas buangan memiliki dampak yang jauh lebih besar.
Panas bisa meningkatkan suhu lokal dengan radius 10 meter di sekitar pabrik hidrogen 500 megawatt hingga 2 derajat C rata-rata selama setahun.
Jika ada banyak pembangkit di lokasi berdekatan, maka dalam radius 1 kilometer, kenaikan suhu rata-rata tahunan sebesar 0,1 derajat C hingga 0,2 derajat C.
Bahkan, pada jarak 50 kilometer dari lokasi pembangkit, masih terdeteksi kenaikan suhu sebesar 0,01 derajat C.
Meskipun terlihat kecil, kenaikan suhu ini bisa memiliki dampak ekologis jangka panjang terhadap ekosistem laut yang sensitif.
Christiansen mengungkapkan besarnya produksi hidrogen akan memengaruhi stratifikasi badan air.
Stratifikasi air mengacu pada bagaimana air laut terbagi menjadi lapisan-lapisan berdasarkan perbedaan kepadatan, yang sebagian besar disebabkan oleh perbedaan suhu dan salinitas.
Stratifikasi ini dapat mengubah pengangkutan nutrisi dan dengan demikian juga produktivitas fitoplankton yang penting bagi seluruh rantai makanan di laut.