KUBET – Program Listrik Desa, Bahlil Targetkan Elektrifikasi 5.758 Lokasi

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (26/5/2025). 

Lihat Foto

Bahlil Lahadalia, menargetkan elektrifikasi 5.758 desa yang belum teraliri listrik dalam lima tahun ke depan.

Hal ini dilakukan melalui program Listrik Desa (Lisdes), dengan pembangunan pembangkit berkapasitas 394 megawatt (MW) dan penyambungan listrik ke 780.000 rumah tangga. Tujuannya, memastikan seluruh warga termasuk di pelosok negeri, bisa menikmati layanan listrik 24 jam penuh.

“Tugas kami lima tahun ke depan melalui Program Lisdes 2025-2029 sesuai perintah Presiden Prabowo adalah segera menginventarisir dan membuat program terobosan dalam rangka memberikan akses listrik kepada desa-desa yang belum terlistriki,” ujar Bahlil dalam keterangannya, Jumat (30/5/2025).

Menurut dia, program tersebut membutuhkan investasi hingga Rp 50 triliun.

“Upaya menyediakan akses desa belum berlistrik ini dapat menjadi peluang bagi investor untuk menanamkan investasinya bersama pemerintah untuk mewujudkan energi berkeadilan,” imbuh Bahlil.

Ia berpandangan bahwa program Listrik Desa adalah keharusan dan tanggung jawab negara, karena listrik merupakan salah satu hak dasar warga. Sebab, masih banyak desa-desa yang terletak di pinggiran dan terisolir belum bisa menikmati layanan listrik dari negara.

“Sesuai arahan Bapak Presiden agar di desa-desa yang belum ada listrik segera kami pasang, kami akan lakukan ini secara bertahap sampai tahun 2029 selesai,” jelas dia.

Lisdes merupakan program pemerintah melalui penugasan kepada PT PLN untuk mengalirkan listrik seluruh pelosok desa dengan membangun jaringan distribusi.

Pihaknya mencacat, hingga akhir tahun 2024, sebanyak 83.693 desa dan kelurahan di Indonesia telah menikmati listrik.

Tak hanya Lisdes, sejak 2022-2024 Kementerian ESDM juga menyalurkan 367.212 sambungan Bantuan Pasang Baru Listrik (BPBL) bagi rumah tangga tidak mampu.

Bahlil mengaku, tidak adanya listrik sempat dialaminya saat tinggal di Maluku Tengah. Kala itu, penerangan hanya didapat melalui lampu pelita berbahan bakar minyak tanah.

“Saya lahir pakai lampu pelita, bukan di rumah sakit dan sekolah sampai SD itu tidak juga pakai listrik, penerangan didapat dari lampu pelita yang jika saya bangun pagi membuat kening saya hitam,” ucap dia.

Posted in Tak Berkategori

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *