
illegal fishing.
Angka tersebut didasarkan pada hasil penangkapan puluhan kapal ikan pelaku praktik penangkapan ikan ilegal (illegal fishing), serta penertiban rumpon-rumpon ilegal oleh tim pengawas KKP.
Lebih dari sekadar kerugian ekonomi, langkah ini menjadi bagian penting dalam upaya perlindungan ekosistem laut Indonesia yang terus menghadapi tekanan dari eksploitasi berlebihan dan metode penangkapan yang merusak.
“Sejauh ini kami sudah menangkap 32 kapal perikanan terindikasi sebagai pelaku IUU fishing, sembilan di antaranya adalah kapal ikan asing (KIA) dan sisanya kapal ikan Indonesia (KII),” ujar Direktur Jenderal PSDKP, Pung Nugroho Saksono (Ipunk), dalam keterangan resmi, Sabtu (24/5/2025).
Lebih lanjut, Ipunk menjelaskan bahwa sembilan kapal ikan asing tersebut terdiri dari lima kapal berbendera Filipina yang ditangkap di Perairan Utara Sulawesi dan Samudera Pasifik, dua kapal berbendera Vietnam di Laut Natuna Utara, satu kapal berbendera Malaysia di Perairan Kalimantan Utara, dan satu kapal berbendera Tiongkok di Perairan Selatan Bali.
Tidak hanya fokus pada kapal, KKP juga telah menertibkan 23 rumpon ilegal yang dipasang oleh nelayan asing sepanjang tahun 2025. Rumpon-rumpon ini diduga menjadi modus baru dalam praktik illegal fishing.
Penertiban ini berangkat dari laporan nelayan lokal di Sulawesi Utara, Biak, dan Maluku Utara yang mengaku harus melaut lebih jauh akibat keberadaan rumpon ilegal. Selain mempersulit akses nelayan tradisional terhadap sumber daya ikan, rumpon ilegal ini juga dapat mengganggu pola migrasi ikan, yang pada akhirnya berdampak pada penurunan populasi ikan di perairan Indonesia.
“Rumpon ilegal ini tidak hanya merugikan nelayan lokal, tetapi juga berpotensi menghalangi masuknya ikan ke wilayah perairan Indonesia,” tambah Ipunk.
Ia menegaskan bahwa pengawasan terhadap aktivitas penangkapan ikan secara ilegal akan terus diperkuat. “Kami akan memastikan bahwa tidak ada tempat di perairan Indonesia bagi kapal illegal fishing,” pungkasnya.