
Namun, data lain menunjukkan kemungkinan defisit di beberapa wilayah pada periode tersebut. Hal ini menciptakan ketidakjelasan antara surplus dan defisit gas.
Menurut Menteri ESDM, peningkatan produksi gas nasional diharapkan akan dimulai pada tahun 2026–2027, terutama dari proyek-proyek yang dikelola oleh perusahaan seperti Eni dan Mubadala Energy. Pemerintah menegaskan bahwa impor gas hanya dilakukan dalam kondisi darurat.
Sebaliknya, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) memproyeksikan defisit gas di beberapa wilayah seperti Sumatera dan Jawa Barat, mencapai puncaknya pada 2035 dengan defisit sekitar 513 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) .
Kondisi Neraca Gas Indonesia

Neraca Gas Indonesia 2024-2033
Neraca Gas Indonesia periode 2024–2033
Proyeksi Neraca Gas Indonesia (NGI) 2024–2033 memperkirakan kebutuhan gas akan stabil hingga tahun 2033.
Namun, penurunan produksi gas dari sumur-sumur tua menjadi tantangan utama, sehingga pasokan saat ini hanya cukup memenuhi kebutuhan kontrak yang ada (contracted demand), tetapi tidak mencukupi permintaan yang lebih luas (committed & potential demand).
Potensi surplus gas diprediksi jika proyek di lapangan gas seperti Blok Masela, Indonesian Deepwater Development (IDD), dan Andaman sukses beroperasi.
Surplus ini diperkirakan mencapai 1.715 MMSCFD dalam sepuluh tahun ke depan dan memungkinkan ekspor LNG.
Namun, menurut lembaga riset Wood Mackenzie, tanpa percepatan pengembangan proyek-proyek baru dan peningkatan investasi, Indonesia akan menghadapi defisit gas pada 2033.
“Sehingga, meskipun pemerintah optimis terhadap potensi surplus gas, namun tanpa langkah-langkah strategis yang tepat, Indonesia berisiko mengalami defisit gas dalam satu dekade ke depan.”
Tantangan Utama Sektor Gas
Ada tiga tantangan utama dalam pengelolaan gas nasional: Penurunan produksi sumur-sumur gas, Investasi terbatas, dan Infrastruktur yang kurang.
Mayoritas sekitar 90 persen produksi gas nasional berasal dari ladang-ladang gas tua, yang secara alami telah mengalami penurunan produksi dari waktu ke waktu, karena cadangan gasnya semakin berkurang.
Regulasi yang kompleks serta kurangnya kebijakan insentif menyebabkan investor menjadi tidak atau kurang tertarik untuk mengeksplorasi ladang-ladang gas baru. Hal ini membuat produksi gas baru sulit untuk ditingkatkan.