
perdagangan karbon pada kurun waktu 2025-2029 mendatang sebagai salah satu sumber pendanaan pembangunan sekaligus menjaga kelestarian alam.
Gubernur Riau, Abdul Wahid, dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah 2025-2029 di Pekanbaru, Senin (30/6/2025) mengatakan dana tersebut berasal dari negara maju yang berkontribusi, salah satunya Inggris.
“Kita wajib turunkan tingkat emisi dan negara maju mau memberikan kontribusi. Saya bertekad menjaga hutan dan lahan menjadi keuntungan ke depan,” kata Abdul Wahid yang baru saja mengikuti “London Climate Week” pekan lalu.
Ia mengatakan, seperti dikutip Antara, jika Bank Dunia menghargai 1 ton karbon seharga 5 dollar Amerika Serikat (AS), United Nations Environment Programme (UNEP) dan donatur lainnya bisa memberikan harga 15 dolar AS hingga 30 dolar AS per ton.
Jika Riau dapat menurunkan 200 ribu ton emisi per tahun maka diperkirakan provinsi yang dipimpinnya akan mendapatkan Rp 4 triliun, menurut Abdul Wahid.
Ia mengatakan dalam pertemuan di Inggris pihaknya telah bertemu dua donatur, salah satunya yakni Architecture for REDD+ Transactions (ART), sebuah organisasi yang menyediakan standar dan kerangka kerja untuk Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) di tingkat yurisdiksi.
Organisasi itu juga mengembangkan standar The Environmental Excellence Standard for REDD+ (TREES) untuk mengukur, memantau, melaporkan, dan memverifikasi hasil pengurangan dan penyerapan emisi dari kegiatan REDD+.
Abdul Wahid mengatakan pendapatan dari penjualan kredit karbon itu selanjutnya dapat digunakan untuk mendanai program-program lingkungan, di antaranya pembangunan di sektor lahan, kehutanan, lingkungan hidup, pertanian, dan transportasi.
“Mudah-mudahan Bupati dan walikota bisa tersenyum. Ini langkah yang harus dilakukan di tengah keterbatasan kemampuan fiskal untuk membangun,” ujar dia.