KUBET – Papua Barat Monetize Insinerator Medis, Target Raup Rp 1,1 Miliar per Tahun

Ilustrasi limbah medis

Lihat Foto

Papua Barat mengoperasionalkan fasilitas insinerator untuk pengolahan limbah medis atau limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dengan kapasitas 150 kilogram per jam.

Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan, di Manokwari, Sabtu (3/5/2025), mengatakan pengoperasian pabrik pengolahan limbah sudah mengantongi izin dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).

Pengolahan limbah menggunakan teknologi berdampak positif terhadap upaya mencegah pencemaran lingkungan, kata dia, sekaligus menjadi salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Pabrik pengolahan limbah yang berlokasi di Kampung Masyepi, Distrik Manokwari Selatan, menjadi yang pertama di Tanah Papua,” jelas Dominggus.

Dia menyebut pabrik tersebut sudah mendapat izin operasional dari KLH dan nantinya dikelola oleh BUMD PT Papua Domberai Mandiri bersama PT Wastek Internasional.

Pemprov Papua Barat menargetkan pendapatan dari pengolahan limbah B3 kurang lebih sebanyak Rp1,1 miliar per tahun, sehingga dapat berkontribusi terhadap PAD Papua Barat.

“Papua Barat tidak perlu lagi mengirim limbah B3 ke Pulau Jawa dan nanti akan menyumbang sekitar 11,76 persen dari total proyeksi PAD Papua Barat,” ujarnya.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan (DLHP) Papua Barat Reymond Richard Hendrik Yap menyebut fasilitas insinerator merupakan bantuan hibah dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Pihaknya sudah melaksanakan uji coba pembakaran pada insinerator tersebut guna mengukur tingkat pembuangan emisi gas dan hasilnya masih berada di bawah ambang baku mutu.

“Menggunakan insinerator, maka kualitas lingkungan, air, dan udara tetap terjamin. Alat ini hibah dari kementerian, dan sudah jadi aset pemprov,” ucap dia.

KUBET – 2 Anak Harimau Sumatera lahir di Sanctuary Barumun, Dinamai Nunuk dan Ninik

Dua harimau sumatera berjenis kelamin jantan dan betina lahir pada 26 April 2025 lalu.

Lihat Foto

harimau sumatera lahir di Sanctuary Harimau Sumatra Barumun, Sumatera Utara, Sabtu (26/4/2025). Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, memberikan nama Nunuk untuk bayi harimau jantan, dan Ninik untuk betina.

Raja Juli mengatakan, sepasang harimau sumatera itu lahir dari pasangan indukan bernama Gadis dan Monang. 

“Proses penamaan ini bukan sekadar seremoni, tetapi juga sebagai simbol harapan baru bagi konservasi harimau sumatra di Indonesia,” kata Raja Juli dalam keterangannya, Sabtu (3/5/2025).

Dia menyatakan bahwa kelahiran bayi harimau merupakan bukti nyata keberhasilan program konservasi yang terus digencarkan, untuk menyelamatkannya dari ancaman kepunahan.

“Kami berharap kehadiran Nunuk dan Ninik dapat menjadi inspirasi bagi masyarakat luas untuk lebih peduli terhadap pelestarian satwa liar,” imbuh dia.

Selain harimau sumatera, pihaknya juga mendeteksi keberadaan individu baru badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Hasil patroli mobile sejak 14-28 April 2025 menunjukkan adanya tanda-tanda keberadaan tiga badak jawa.

Temuan penting tersebut meliputi jejak tapak berukuran 19-20 cm di Blok Citadahan. Diperkirakan individu ini berumur antara 4-6 bulan, menandai kelahiran baru yang menjadi harapan besar bagi populasi badak jawa.

Penemuan selanjutnya, pada 30 Maret 2025, di lokasi berbeda kamera trap merekam penampakan induk badak bersama anak betina yang diperkirakan berusia sekitar 2 tahun. Keberadaan keduanya mengartikan keberlanjutan siklus hidup badak jawa di habitatnya.

Ketiga, pada 3 April 2025 kamera trap yang sama juga merekam individu jantan remaja berusia sekitar 3 tahun. Identifikasi lebih lanjut masih dilakukan untuk memastikan identitas hewan itu.

“Kami berharap keberadaan individu baru ini semakin memperkuat populasi badak jawa di TNUK. Kami akan terus memantau dan memastikan perlindungan maksimal bagi mereka,” ungkap Raja Juli.

Dia mengungkapkan, keberhasilan ini tidak terlepas dari kerja sama antara Balai TNUK dengan Ditjen KSDAE, mitra konservasi, dan masyarakat.

“Upaya konservasi yang konsisten menjadi kunci dalam menyelamatkan spesies badak jawa dari ancaman kepunahan,” tutur Raja Juli.

KUBET – Menyoal Praktik Pertambangan Tidak Ramah Kepentingan Daerah

Ilustrasi pertambangan.

Lihat Foto

pertambangan adalah sektor yang sangat seksi, terutama di Indonesia. Sejak era penjajahan, sektor ini adalah salah satu sektor yang diincar oleh penjajah dan investor global.

Bahkan, sektor pertambangan menjadi salah satu alasan fundamental di balik keputusan Jepang untuk melebarkan ambisi ekspansionisnya ke Asia Tenggara, setelah pemerintahan Franklin Delano Roosevelt ketika itu memberlakukan kebijakan embargo minyak terhadap Jepang sebagai sanksi atas tindakan negeri Sakura yang secara sengaja menjajah China.

Hingga hari ini, sektor pertambangan masih menjadi salah satu sektor terseksi di negeri ini yang menarik begitu banyak investor, baik domestik maupun global, tidak terkecuali investor pelat merah sekalipun.

Komoditas SDA yang digali tidak saja komoditas konvensional seperti minyak, gas, dan emas, tapi juga komoditas lain yang mulai populer seiring perkembangan waktu dan teknologi.

Sebut saja, misalnya nikel, yang dalam rentang waktu dua puluh tahun ke belakang sangat masif disedot dari isi perut ‘Ibu Pertiwi’, seiring masifnya penggunaan teknologi dengan aneka sumber energi alternatif.

Secara ekonomi, hari ini, dari sisi ekonomi, sektor pertambangan masih menjadi salah satu sektor yang memberikan kontribusi terbesar kepada pertumbuhan ekonomi nasional, baik melalui kontribusi agregat kepada Product Domestic Bruto (PDB) nasional, melalui penerimaan negara (pajak dan non pajak), melalui penyerapan tenaga kerja, melalui efek berganda (multiplier effect) dari aktifitas penambangan, ataupun melalui kontribusi devisa sebagai hasil dari aktifitas ekspor komoditas hasil tambang nasional.

Sektor pertambangan menjadi salah satu sektor dari lima sektor utama yang memberikan kontribusi terbesar kepada pertumbuhan ekonomi nasional atau PDB Indonesia.

Berdasarkan data PDB Indonesia tahun 2024 dari Badan Pusat Statistik (BPS, 2025), struktur PDB Indonesia menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku tahun 2024 didominasi oleh lima lapangan usaha, yakni Industri Pengolahan sebesar 18,98 persen; diikuti oleh Perdagangan Besar dan Eceran.

Kemudian Reparasi Mobil dan Sepeda Motor sebesar 13,07 persen; Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan sebesar 12,61 persen; Konstruksi sebesar 10,09 persen; serta Pertambangan dan Penggalian sebesar 9,15 persen.

Peranan kelima lapangan usaha tersebut dalam perekonomian Indonesia mencapai 63,90 persen.

Namun, gambaran tersebut hanyalah hasil dari tangkapan makro dan umum, dengan simplikasi data dan deskripsi kontributif sektor pertambangan di atas kertas.

Pada tataran praktik, banyak perusahaan tambang di daerah yang justru dilihat dalam lensa pesimistis, bahkan kacamata kemarahan, oleh pemerintah daerah maupun masyarakat daerah.

Pasalnya, jika dikaitkan dengan kepentingan daerah di mana perusahaan-perusahaan pertambangan itu beroperasi, sektor pertambangan dipandang sebagai domain, atau bahkan tepatnya monopoli pemerintahan pusat.

Sehingga pada ranah operasional, perusahaan tambang acapkali dianggap sebagai perpanjangan tangan “tidak langsung” atas kepentingan ekonomi politik pusat.

Anggapan tersebut bukan tanpa alasan. Karena nyatanya, perusahaan tambang dalam penampakan dan perilaku sehari-harinya dikaitkan dengan pemerintahan dan masyarakat daerah, memang cenderung “menjual-jual” nama kepentingan pusat di satu sisi dan beranggapan semua urusan telah selesai saat urusan dengan pemerintah pusat telah selesai di sisi lain.

Walhasil, mereka merasa sudah tidak perlu lagi berurusan dengan pemerintahan daerah dan masyarakat daerah.

Padahal, jika berkaca pada keharusan perusahaan tambang untuk melakukan prinsip-prinsip good mining practice, misalnya, konteks lokal harus menjadi salah satu acuan yang harus diprioritaskan oleh perusahaan.

Karena bagaimanapun, meski urusan perijinan dan “lobby-lobby” berlangsung di Jakarta, misalnya, tapi SDA yang disedot dari perut bumi adalah milik daerah dan eksternalitas dari aktifitas pertambangan akan ditimpakan kepada daerah, mulai dari kerusakan lingkungan, bencana, sampai pada imbas sosial ekonominya.

Dalam tataran praktis, penampakan ketidakramahan atau tepatnya kekurangsensitifan perusahaan tambang ini, baik yang berbasiskan PMDN ataupun PMA, terhadap kepentingan lokal, acapkali saya temui di daerah-daerah penelitian saya.

KUBET – Dua Kasus Penyelundupan Sisik Trenggiling Terungkap di Riau dan Sumut

 Tersangka penyelundupan sisik trenggiling di Tembilahan, Riau, MS (24), diserahkan ke kejaksaan oleh Gakkum Sumatera

Lihat Foto

trenggiling di Tembilahan, Riau, MS (24), diserahkan ke kejaksaan oleh Gakkum Sumatera untuk penyidikan lanjutan.

MS akan diproses lebih lanjut di Pengadilan Negeri Tembilahan berdasarkan barang bukti berupa sisik trenggiling seberat 31,20 kg, satu unit telepon genggam, dan satu lembar tiket kapal laut yang ditemukan saat penangkapan.

Kepala Balai Penegakan Hukum (Gakkum), Hari Novianto, menjelaskan kasus ini terungkap ketika Tim Patroli Laut Bea Cukai (BC) Tembilahan menghentikan speedboat penumpang SB SUNRICKO 88 di perairan Sapat, Kuala Indragiri, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau, pada 29 Januari 2025.

“Kami terus memetakan jaringan pelaku dan menindak tegas setiap laporan perdagangan ilegal sisik trenggiling,” ujar Hari Novianto, Kepala Balai Gakkum Wilayah Sumatera dalam keterangan resmi, Senin (5/5/2025).

Dalam pemeriksaan, petugas menemukan satu karung sisik trenggiling seberat sekitar 30 kg dan satu penumpang.

Setelah MS mengaku sebagai pemilik sisik tersebut, Tim Patroli Laut BC menyerahkan tersangka dan barang bukti kepada Penyidik Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Sumatera.

Atas perbuatannya, MS dijerat dengan Pasal 40 jo Pasal 21 ayat (2) huruf d UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, sebagaimana diubah dalam UU No. 32 Tahun 2024, serta sejumlah peraturan menteri yang mengatur pengawetan dan daftar terbaru satwa dilindungi.

Selain itu, dalam operasi terpisah pada 30 April 2025, penyidik Balai Gakkum Wilayah Sumatera bersama Korwas PPNS Polda Sumatera Utara kembali menangkap dua orang yang diduga menyimpan, memiliki, mengangkut, serta memperdagangkan sisik trenggiling di di Hotel Batavia, Kota Pematang Siantar, Sumatera Utara.

Kedua pelaku, berinisial JSP dan LP, diamankan bersama barang bukti berupa satu tas berisi sisik trenggiling, satu unit sepeda motor CBR 150 bernopol BK 2765 TBR, dua unit telepon genggam, dan satu bilah sangkur.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, Hari mengatakan bahwa JSP ditetapkan sebagai Tersangka dan ditahan sebagai tahanan rumah kelas 1 di Medan, sementara LP yang hanya mengantar JSP tengah diperiksa sebagai saksi.

Dari temuan ini, Hari menilai bahwa wilayah-wilayah seperti Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Aceh, dan Jambi sering menjadi jalur utama penyelundupan dan perdagangan ilegal bagian tubuh hewan-hewan yang dilindungi, termasuk trenggiling.

Oleh sebab itu, Hari menegaskan bahwa Ditjen Gakkum Kehutanan akan memberantas jaringan perdagangan dan penyelundupan TSL dan hasil hutan.

Pemerintah menyatakan upaya ini merupakan bagian perlindungan keanekaragaman hayati yang terancam punah dari jaringan perdagangan ilegal.

KUBET – BRIN Kembangkan Kentang Tahan Penyakit, Kurangi Impor

Foto Kentang (Pixabay/Pexels)

Lihat Foto

BRIN, Ika Roostika, dan timnya mengembangkan varietas kentang tahan penyakit menggunakan teknologi mutagenesis in vitro.

Inovasi ini bertujuan meningkatkan produktivitas pertanian sekaligus mengurangi ketergantungan pada impor kentang olahan yang selama ini disebabkan oleh kegagalan panen akibat penyakit layu.

Penyakit layu yang disebabkan bakteri Ralstonia solanacearum telah lama menjadi momok bagi petani kentang Indonesia.

“Masalah utamanya, varietas yang beredar belum memiliki ketahanan terhadap penyakit tersebut, sedangkan sumber gen ketahanan umumnya berasal dari tanaman liar dengan karakter genetik yang berbeda,” jelas Ika dalam keterangan resminya, Kamis (01/05/2025).

Melalui teknologi mutagenesis in vitro, tim BRIN melakukan mutasi buatan dengan sinar gamma pada varietas populer seperti Granola, Repita, dan Vega.

Bibit hasil seleksi kemudian diperbanyak hingga menghasilkan varietas baru seperti Granitas, Grantika, Chipita, dan Bio Agriva, yang telah terdaftar resmi dalam Tanda Daftar Varietas.

“Inovasi ini tidak hanya menghasilkan kentang yang tahan penyakit, tapi juga menekan penggunaan pestisida sintetis. Itu artinya, hasil panen lebih aman dikonsumsi,” kata Ika.

Metode mutagenesis dinilai lebih cepat dan efisien dibanding pemuliaan konvensional, tanpa harus melalui prosedur kompleks seperti rekayasa genetika. Sebelum dikomersialkan, varietas juga diuji di lapangan, termasuk uji daya hasil dan uji BUSS (baru, unik, seragam, stabil).

Meski masih ada tantangan teknis seperti perbedaan kromosom dan endosperm balance number (EBN), inovasi ini menunjukkan potensi besar dalam memperkuat ketahanan pangan nasional, sekaligus membuka jalan menuju kemandirian benih kentang lokal dan mengurangi ketergantungan pada impor.

KUBET – Dalam 5 Tahun, Indonesia Punya Tambahan 30 Spesies Baru Burung

Burung celepuk banggai.

Lihat Foto

Kemenhut) menyatakan, studi terbaru mengenai burung di Indonesia memperlihatkan penambahan spesies baru, menunjukkan potensi keanekaragaman hayati yang luar biasa.

Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kemenhut Satyawan Pudyatmoko menyebut hasil publikasi Burung Indonesia mencatat terdapat 1.835 burung di Indonesia, atau 17 persen populasi burung di dunia dapat dijumpai di wilayah Nusantara, yang mengindikasikan betapa Indonesia masih menyimpan potensi keanekaragaman hayati yang luar biasa.

“Beberapa hal yang belum optimal akan menjadi masukan bagi pemerintah dengan terus meningkatkan upaya yang lebih baik serta langkah perbaikan untuk memastikan program konservasi khususnya burung dapat lebih efektif,” jelasnya melalui keterangan resmi pada Selasa (30/4/2025).

Data tersebut menunjukkan dalam kurun 5 tahun terakhir terdapat penambahan 30 spesies baru, dengan 12 di antaranya merupakan spesies yang baru dideskripsikan dan sisanya merupakan hasil dari pemisahan taksonomi. Dari 1.835 spesies tersebut tercatat 558 spesies dilindungi, 542 spesies endemik, dan 470 spesies dengan sebaran terbatas.

Berdasarkan publikasi tersebut, burung di Indonesia terdiri atas 24 ordo (bangsa) dan 129 famili (suku) dimana 1.559 spesies merupakan jenis penetap yang keseluruhan hidupnya di wilayah Nusantara, sedangkan 276 spesies teridentifikasi sebagai burung bermigrasi (migratory bird) yang jalur terbangnya melewati wilayah-wilayah Indonesia.

Salah satu catatan dari publikasi Burung Indonesia, terdapat 30 spesies burung yang mengalami perubahan status. Berdasarkan evaluasi terakhir, 12 spesies mengalami peningkatan status keterancaman, artinya status konservasi populasinya dinilai menurun, sebagian besar merupakan kelompok burung air dan burung bermigrasi.

Di sisi lain, 18 dari 30 spesies mengalami penurunan status keterancaman. Hal ini dapat mencerminkan perubahan kondisi di lapangan berupa peningkatan populasi, perbaikan habitat, atau penurunan ancaman. Pecuk-ular asia (Anhinga melanogaster) dan ibis cucuk-besi (Threskiornis melanocephalus) merupakan dua spesies yang status populasinya membaik secara faktual.

Satyawan menyampaikan sebagai bagian dari upaya menjaga populasi burung, Kemenhut telah membentuk Kemitraan Nasional Konservasi Burung Bermigrasi dan Habitatnya (KNKBBH), mengakomodasi semua pihak yang selama ini berkiprah dalam pengawasan dan pengamatan burung bermigrasi baik dari para peneliti, praktisi, pemerhati, unit pelaksana teknis (UPT) lingkup Ditjen KSDAE, dan sains warga (citizen science).

“Pengembangan ini adalah wujud komitmen kita terhadap pelestarian seluruh keanekaragaman burung bermigrasi, yang memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem,” demikian Satyawan Pudyatmoko.

KUBET – China Ingkar Janji, Masih Danai 88 Persen Proyek Batu Bara BRICS

Ilustrasi PLTU Batu bara

Lihat Foto

batu bara baru di negara-negara BRICS, meski sudah berjanji pada tahun 2021 untuk menghentikan pembiayaan itu di luar negeri.

Hal itu terungkap dalam analisis investasi energi di negara-negara BRICS yang dirilis think tank Gloal Energy Monitor (GEM) pada Selasa (29/4/2025).

GEM menyebut bahwa Tiongkok terlibat dalam pembangunan proyek batu bara baru sebesar 7,7 Gigawatt, sebagian besar digunakan untuk menjalankan smelter nikel di Indonesia.

Blok BRICS didirikan oleh Brasil, Rusia, India, dan Tiongkok pada 2009 dan sejak itu telah memperluas keanggotaan dan kemitraannya hingga mencakup sekitar seperempat ekonomi global yang menyumbang setengah emisi karbon dioksida perubahan iklim.

Meskipun penerapan energi terbarukan secara cepat di Brasil, India, dan Tiongkok membuat energi terbarukan menyumbang lebih dari separuh bauran listrik total BRICS tahun lalu, 10 anggota dan mitra terbaru — termasuk Nigeria, Kazakhstan, serta Indonesia — masih bergantung pada bahan bakar fosil untuk memenuhi permintaan energi yang meningkat, sering kali dengan dukungan dari Tiongkok.

“Ada risiko nyata bahwa investasi batu bara, gas, dan minyak akan menjerumuskan negara-negara ini ke arah yang salah,” kata James Norman, manajer proyek Global Integrated Power Tracker dari GEM, seperti dikutip Reuters, Kamis (1/5/2025).

Data GEM menunjukkan bahwa kesepuluh negara tersebut sedang membangun kapasitas pembangkit listrik dari batu bara, minyak, dan gas sebesar 25 GW, sementara untuk surya dan angin hanya 2,3 GW. Ada 63 GW kapasitas pembangkit listrik tenaga gas yang sedang dikembangkan.

GEM menyatakan bahwa 62 persen dari kapasitas pembangkit listrik yang sedang dibangun di sepuluh negara tersebut bergantung pada badan usaha milik negara Tiongkok untuk pembiayaan, pengadaan, rekayasa, atau konstruksi. Tiongkok mendukung 88 persen dari seluruh pembangkit listrik batu bara baru yang sedang dibangun.

Kementerian Lingkungan Hidup Tiongkok belum memberikan tanggapan atas permintaan komentar.

Presiden Xi Jinping menyatakan pada 2021 bahwa Tiongkok tidak akan lagi membantu membangun atau membiayai pembangkit listrik tenaga batu bara di luar negeri, namun setidaknya 26,2 GW kapasitas baru yang didukung Tiongkok telah dibangun sejak janji tersebut dibuat.

Perubahan iklim akan menjadi topik utama dalam pertemuan para pemimpin BRICS di Brasil pada bulan Juni. Banyak yang menyerukan perlunya Tiongkok dan negara lainnya untuk membuat komitmen yang lebih ambisius dalam mengurangi emisi menjelang KTT Iklim COP 30 pada bulan November.

KUBET – Krisis Iklim Merenggut Kesempatan Anak untuk Bersekolah

Ilustrasi banjir

Lihat Foto

Konsekuensi yang dimaksud adalah dampak atau pengaruh dari siklon tropis (badai tropis) pada kesempatan untuk bersekolah dan pendidikan secara keseluruhan di negara-negara yang memiliki tingkat pendapatan rendah dan menengah.

Studi yang dipublikasikan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS) mengungkapkan bagaimana anak-anak yang berada di jalur badai mengalami kemunduran dalam pendidikan mereka.

Kemunduran pendidikan terjadi terutama di daerah yang jarang terkena badai dengan anak perempuan menanggung beban yang lebih besar. Dampak lebih besar di daerah itu terjadi karena ketidaksiapan menghadapi bencana.

“Ada kondisi khusus di mana siklon yang cukup kuat tetapi tidak terlalu sering terjadi justru memberikan dampak buruk pada pendidikan anak-anak,” ungkap kata penulis senior studi Eran Bendavid, seorang profesor kedokteran dan kebijakan kesehatan di Stanford School of Medicine, dikutip dari Phys, Kamis (1/5/2025).

Siklon tropis adalah sistem awan dan badai petir yang berputar dan menghasilkan angin kencang serta hujan lebat.

Perkiraan mengenai dampak siklon tropis seringkali bersifat regional daripada global dan tidak mempertimbangkan kerentanan populasi.

Pemanasan iklim diperkirakan akan meningkatkan frekuensi siklon tropis yang lebih kuat, yang akan memperburuk dampak buruknya pada masyarakat rentan.

Badai-badai ini dapat merusak infrastruktur pendidikan dan tempat tinggal, yang mengakibatkan anak-anak kehilangan tempat tinggal atau terpaksa membantu perbaikan rumah, sehingga mengganggu pendidikan mereka.

Hasil studi disimpulkan setelah tim peneliti menganalisis catatan pendidikan lebih dari 5,4 juta orang di 13 negara berpendapatan rendah dan menengah yang terkena dampak siklon tropis antara tahun 1954 dan 2010.

Temuannya mengejutkan. Paparan terhadap siklon apa pun pada usia prasekolah (sekitar 5 atau 6 tahun) dikaitkan dengan penurunan sebesar 2,5 persen dalam kemungkinan untuk memulai sekolah dasar.

Ini menunjukkan bahwa bahkan paparan siklon ringan di usia dini dapat mengurangi peluang anak untuk masuk SD.

Bahkan studi menemukan ada penurunan sebanyak 8,8 persen setelah badai yang hebat yang terjadi di komunitas yang kurang terbiasa dengan kejadian seperti itu.

Hal tersebut memperkuat temuan sebelumnya bahwa dampak buruk lebih besar di daerah yang kurang siap menghadapi siklon.

Dalam 20 tahun terakhir siklon tropis telah mencegah lebih dari 79.000 anak di 13 negara berpendapatan rendah dan menengah yang diteliti untuk memulai sekolah.

KUBET – Masalah Kronis di Balik Kebijakan Bali soal Air Minum Dalam Kemasan

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Hanif Faisol Nurofiq didampingi  Gubernur Bali Wayan Koster usai menghadiri acara  Launching Gerakan Bali Bersih Sampah di Art Center, Denpasar, pada Jumat  (11/4/2025). KOMPAS.COM/ Yohanes Valdi Seriang Ginta

Lihat Foto

Wayan Koster mengeluarkan Surat Edaran (SE) nomor 9 tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih.

Salah satu poin dalam SE tersebut adalah melarang pelaku usaha memproduksi, mendistribusikan, dan menyediakan air minum kemasan plastik sekali pakai di wilayah Bali.

Pemerintah Provinsi Bali menargetkan Pulau Dewata terbebas dari sampah air minum dalam kemasan (AMDK) plastik sekali pakai ukuran di bawah 1 liter pada tahun 2026.

Gubernur Bali I Wayan Koster menyatakan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk menekan jumlah limbah plastik, yang saat ini menyumbang sekitar 17 persen dari total 3.500 ton sampah harian.

Ia menyoroti pentingnya pendekatan isi ulang (refill) sebagai langkah utama untuk mendorong masyarakat meninggalkan penggunaan kemasan sekali pakai.

“Seluruh proses, baik itu produksi, distributor, termasuk menjualbelikan produk air minum kemasan di bawah 1 liter karena konsep kita adalah refill,” kata Koster. 

Kebijakan ini sontak menuai beragam reaksi, baik dukungan maupun kritik dari masyarakat dan pelaku industri.

Namun, di balik kebijakan yang menuai kontroversi ini, muncul pertanyaan penting: sejauh mana plastik telah memengaruhi kehidupan manusia, dan apa sebenarnya fakta ilmiah di baliknya?

Polusi plastik kini menjadi salah satu masalah lingkungan paling mendesak di dunia. Produksi plastik sekali pakai yang meningkat pesat telah melampaui kemampuan global untuk mengelolanya secara efektif.

Dampak polusi plastik paling nyata terlihat di negara-negara berkembang di Asia dan Afrika, di mana sistem pengelolaan sampah sering kali tidak memadai atau bahkan tidak ada sama sekali. Namun, negara-negara maju pun tidak luput dari masalah ini—terutama di negara dengan tingkat daur ulang yang rendah.

Saking meluasnya sampah plastik, isu ini telah mendorong lahirnya inisiatif global untuk merumuskan perjanjian internasional yang kini sedang dinegosiasikan di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Sebagian besar sampah plastik yang mencemari lautan—sebagai tempat pembuangan terakhir di Bumi—berasal dari daratan. Limbah ini terbawa ke laut melalui sungai-sungai besar, yang berfungsi seperti ban berjalan, mengangkut lebih banyak sampah plastik saat mengalir ke hilir.

Setelah mencapai laut, sebagian besar sampah plastik tetap berada di perairan pesisir. Namun, begitu terbawa arus laut, sampah tersebut dapat menyebar ke seluruh penjuru dunia.

Di Pulau Henderson—sebuah atol tak berpenghuni di Kepulauan Pitcairn, yang terletak terpencil di antara Chili dan Selandia Baru—ilmuwan menemukan berbagai benda plastik yang berasal dari Rusia, Amerika Serikat, Eropa, Amerika Selatan, Jepang, hingga Tiongkok.

KUBET – Ancaman Perubahan Iklim Makin Nyata, Picu Banjir hingga Badai Tropis

Ilustrasi perubahan iklim

Lihat Foto

Perubahan Iklim dan Tata Kelola Ekonomi Karbon Kementerian Lingkungan Hidup, Ary Sudijanto, mengatakan perubahan iklim memicu bencana alam berupa banjir, kenaikan suhu global, hingga badai tropis.

Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPN) menunjukkan adanya tren peningkatan bencana hidrologi karena perubahan pola cuaca dan iklim.

“Di awal tahun 2025 banyak tempat di Indonesia yang mengalami bencana banjir dan tanah longsor, yang kemudian menjadi salah satu evidence bahwa dampak perubahan iklim menjadi semakin nyata,” ujar dalam acara peluncuran National Adaptation Plan, Jumat (2/5/2025).

Tak hanya itu, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Timor Leste juga sempat dihantam badai tropis seroja pada 2021 lalu. Padahal, wilayah tersebut tidak pernah mengalami badai dengan intensitas sangat dahsyat sebelumnya.

“Kita juga melihat di pesisir pantai Pulau Jawa, pengenangan permanen telah menjadi ancaman dari kota yang berpenduduk padat di sepanjang Pantura Pulau Jawa,” tutur Ary.

Faktor lain seperti penurunan muka air tanah turut memperparah kenaikan air laut. Sehingga air melimpas ke daratan akibat pemanasan global. Di sektor pertanian, kata Ary, krisis iklim menyebabkan penurunan produksi pangan bahkan gagal panen.

“Di bidang kesehatan kita melihat bahwa perubahan iklim itu memperluas vektor penyakit terkait dengan iklim seperti DBD, malaria, dan diare,” ungkap dia.

Ary menyatakan, berbagai upaya telah dilakukan untuk memitigasi dampak krisis iklim. Hal ini termasuk komitmen negara-negara dalam Nationally Determined Contribution (NDC) yang berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca.

Namun, dia menilai upaya mitigasi masih belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Pada 2024, kenaikan suhu global melebihi angka yang ditetapkan Perjanjian Paris

“Di tahun 2024, suhu rata-rata globalnya 1,59 derajat celsius dibandingkan dengan rata-rata suhu pra industri. Sehingga tidak mengherankan kalau dampak dari perubahan iklim menjadi makin nyata,” kata Ary.

Dalam kesempatan itu, Ary turut menyoroti kerugian akibat perubahan iklim mencapai 0,55-3,55 persen dari Produk Domestik Bruto nasional di 2030.

Susun Rencana Adaptasi Nasional

Kini, KLH bersama sejumlah mitra menyusun Rencana Adaptasi Nasional atau NAP dalam mengatasi dampak perubahan iklim.

NAP merupakan aspek penting guna meningkatkan aksi adaptasi melalui kebijakan dan perencanaan sesuai poin ketujuh Perjanjian Paris.

Penyusunan dokumen itu masih terbilang lambat lantaran baru 51 negara yang menyerahkannya ke United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).

“Oleh karena itu dalam COP 28 di Dubai tahun 2023, didorong bahwa negara-negara yang belum menyelesaikan NAP dapat segera melakukan penyusunan dan dapat men-submit-nya di tahun 2025,” sebut Ary.

Dia memastikan, dokumen NAP bakal segera dieesaikan dan bisa diserahkan ke UNFCCC sebelum COP ke-30 di Brazil November 2025 mendatang.