KUBET – Mitologi Raja Ampat: Ekploitasi Tak Sekadar Perusakan Alam

Direksi PT Gag Nikel, Aji Priyo Anggoro mengambil gambar di lokasi terbuka penambangan yang sementara berhenti beroperasi di Pulau Gag Distrik Waigeo Barat Kepulauan Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, Minggu (8/6/2025). PT Gag Nikel memastikan bahwa operasional pertambangan dijalankan sesuai prinsip pertambangan berkelanjutan dan kaidah lingkungan hidup yang berlaku dengan melakukan upaya reklamasi pasca penambangan serta pengolahan limbah yang telah melalui uji baku mutu sehingga tidak menimbulkan dampak ekologis.

Lihat Foto

Raja Ampat mencuat setelah banyak kritik tentang eksploitasi alam melalui penambangan.

Cerita yang hadir bersama bayangan gugusan pulau eksotis, karang tropis berwarna spektrum cahaya, laut sebening kristal.

Di balik keelokan itu, yang nyaris tenggelam, ada tentang kekuasaan, perlawanan, dan perjumpaan antara tradisi lokal dan arus besar kekuasaan Islam dan kolonialisme.

Raja Ampat, secara harfiah berarti “Empat Raja”, merujuk pada empat kerajaan lokal: Waigeo, Salawati, Misool, dan Batanta.

Masyarakat setempat percaya bahwa asal mula Raja Ampat bermula dari seorang wanita yang menemukan tujuh butir telur. Dari telur-telur itu menetas empat laki-laki yang kelak menjadi raja-raja di Waigeo, Salawati, Misool, dan Batanta, empat kerajaan utama Raja Ampat.

Alam rahim kosmologi

Tiga telur lainnya tidak menetas atau menjadi batu dan makhluk gaib. Mitos ini masih diceritakan secara lisan oleh para tetua adat di kampung-kampung seperti Wawiyai dan Waigeo.

Di bagian selatan Waigeo terdapat Kota Waisai, ibu kota Kabupaten Raja Ampat, yang dapat dicapai melalui feri dari Sorong dalam 2–3 jam perjalanan laut.

Meskipun spesifik “Wawiyai” tidak ditemukan penulis di sumber-sumber populer, kemungkinan besar yang dimaksud adalah desa tradisional di Waigeo atau sekitarnya.

Telur-telur tersebut ditemukan di hutan dekat sungai, yang bermakna alam rahim kosmologis, sebagaimana disebutkan oleh Mircea Eliade dalam The Sacred and the Profane (1957), bahwa asal-usul seperti gua, telur, atau rahim dianggap sebagai axis mundi, titik pusat yang menghubungkan manusia dengan alam ilahi.

Makna mitologi tentang ruang asal-mula kehidupan, melahirkan pemimpin, menciptakan tatanan tanah dan laut. Telur juga dimaknai sebagai simbol kesuburan karunia dari alam/roh suci.

Oleh karenanya, simbol tentang asal-usul sakral manusia dari alam, bahwa bumi adalah ibu, dan struktur sosial serta ekologi berasal dari rahmat semesta, bukan dari dominasi manusia.

Mitos ini memiliki petuah mendalam tentang merawat dan menghormati alam seperti kita menghormati ibu yang melahirkan kita.

Eksploitasi

Eksploitasi tambang atau reklamasi bukan hanya perusakan alam, tapi pelanggaran terhadap tatanan kosmos dan sejarah asal-usul mereka.

Hal ini sejalan dengan konsep “ecological cosmology” (Martínez, 2008), di mana identitas kolektif menyatu dengan lanskap alam.

Orang modern banyak mengabaikan bagaimana kosmos itu masuk dalam rangkaian ekologi yang harus dijaga, dirawat melalui sejumlah mitologi yang mereka yakini.

Posted in Tak Berkategori

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *