
TPA Jatiwaringin dan satu perusahaan pengelola limbah B3 terancam dipidana karena menyebabkan pencemaran ekosistem Sungai Cirarab, Kabupaten Tangerang.
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menjelaskan perusahaan tersebut membuang limbah cair tanpa pengolahan ke sungai dan menimbun limbah B3 secara ilegal di lahan seluas 4,2 hektare.
Limbah yang ditimbun meliputi fly ash, bottom ash, oli bekas, lumpur Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL), bahan kimia kadaluarsa, serta limbah terkontaminasi lain yang bercampur sampah domestik.
“Pelaku usaha yang mengabaikan ketentuan pengelolaan limbah wajib diproses secara hukum tanpa kompromi,” ungkap Hanif dalam keterangannya, Sabtu (17/5/2025).
“Pengelolaan limbah harus sesuai aturan teknis dan peraturan perundang-undangan demi menjaga keberlanjutan lingkungan hidup,” imbuh dia.
Hanif menyatakan, berdasarkan inspeksi tim KLH menemukan lokasi penimbunan limbah B3 milik perusahaan tidak memiliki persetujuan lingkungan. Selain itu, limpasan air hujan yang terkontaminasi limbah B3 dari lokasi penimbunan mengalir langsung ke Sungai Cirarab tanpa pengolahan.
Sementara, air lindi di TPA Jatiwaringin dibuang langsung ke sungai tanpa dikelola. Hanif menyebutkan bahwa hal tersebut diduga turut berkontribusi terhadap pencemaran air.
TPA Jatiwaringin juga melakukan aktivitas pembakaran sampah secara terbuka atau open burning.
“CV Noor Annisa dan TPA Jatiwaringin melanggar Pasal 98 dan Pasal 104 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” jelas Hanif.
Jika terbukti, para pelaku bisa dipidana penjara minimal tiga tahun dan maksimal 10 tahun dengan denda paling sedikit Rp 3 miliar rupiah dan maksimal Rp 10 miliar.
Deputi Bidang Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup, Rizal Irawan, menekankan upaya penegakan hukum yang dilakukan pemerintah.
“Kami akan menerapkan pendekatan multidoor enforcement dengan opsi sanksi administratif, pidana, maupun perdata. Ini adalah bentuk komitmen tegas pemerintah dalam menjaga kualitas lingkungan dan melindungi masyarakat dari dampak pencemaran,” papar Rizal.
Dia berpendapat, keputusan tersebut menjadi peringatan serius sekaligus momentum agar seluruh pihak di Kabupaten Tangerang memperbaiki pengelolaan limbahnya.