KUBET – BRIN: Kerusakan Terumbu Karang Bikin Kita Krisis Seafood

Terumbu karang di perairan Pulau Panjang, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.

Lihat Foto

terumbu karang berperan penting dalam memastikan keberadaan ikan-ikan karang yang dapat dikonsumsi sehingga mendukung ketahanan pangan.

“Seperti ikan kakap, ikan kerapu, ikan ekor kuning, mereka tinggal di terumbu karang. Kalau terumbu karang rusak, mereka mungkin akan sulit ditangkap,” ujar Ofri saat dihubungi Kompas.com, Senin (23/6/2025).

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa bukan hanya ikan karang yang bergantung pada ekosistem terumbu karang, tetapi juga biota laut konsumsi lainnya seperti udang dan lobster.

Menurutnya, degradasi ekosistem terumbu karang sangat berpengaruh terhadap hasil tangkapan ikan yang bisa dikonsumsi. Berdasarkan penelitiannya pada tahun 2000 di perairan Padang, Sumatera Barat, Ofri menerima banyak keluhan dari masyarakat pesisir, terutama yang berprofesi sebagai nelayan, tentang berkurangnya hasil tangkapan mereka untuk kebutuhan pangan maupun untuk dijual akibat kerusakan ekosistem terumbu karang pada tahun 1997.

“Mereka bilang, karena ekosistem terumbu karangnya rusak, ikan-ikan jadi tinggal di laut yang lebih dalam. Mereka jadi susah ditangkap. Tetap ada hasil tangkapan, tapi nggak mencukupi,” ujarnya.

Kasus serupa juga ia temukan dalam penelitiannya di Raja Ampat pada tahun 1999. Saat itu, masyarakat setempat mengaku mengalami kesulitan menangkap ikan dalam jumlah yang memadai setelah ekosistem terumbu karang rusak.

“Pada saat itu mereka bilang, sebelumnya mancing dekat-dekat aja udah dapat banyak. Setelah karangnya rusak, mereka harus ke tengah laut, dengan hasil yang tidak sampai setengah dari jumlah sebelumnya,” jelasnya.

Selain itu, menurut Ofri, nelayan juga harus mengeluarkan lebih banyak modal untuk menangkap ikan yang hasilnya bahkan tidak memadai.

“Karena ekosistem terumbu karangnya rusak, nelayan yang biasanya dapat ikan dalam jumlah banyak dalam waktu setengah jam, saat itu sudah dua jam pun hasil tangkapannya masih sedikit,” lanjutnya.

Kondisi tersebut membuat sebagian nelayan akhirnya menggunakan alat tangkap yang semakin merusak ekosistem terumbu karang itu, seperti bom.

Berdasarkan pengalamannya, Ofri menyebutkan bahwa di daerah Natuna, para nelayan bahkan menggunakan racun agar hasil tangkapan lebih banyak.

“Itu karena permintaan tinggi, kebutuhannya tinggi, tapi hasil tangkapan sedikit dan lama. Makanya mereka ambil cara-cara cepat itu,” ujarnya.

Untuk mengatasi hal tersebut, BRIN mencoba melakukan pendekatan edukasi kepada masyarakat dengan menjelaskan bahwa ekosistem terumbu karang bisa direhabilitasi. Terumbu karang dapat kembali menjadi rumah bagi ikan konsumsi maupun ikan hias yang juga punya nilai tambah dari sisi pariwisata.

“Kita kasih tahu, kalau ekosistem terumbu karang bagus, maka ikan akan melimpah. Tapi sebaliknya, kalau terus dirusak, maka ikan akan semakin sulit didapat,” ujar Ofri.

Adapun, cara yang ditempuh untuk memperbaiki ekosistem terumbu karang antara lain melalui transplantasi karang dan spawning.

Posted in Tak Berkategori

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *